MA'HAD ISLAM TERPADU AL- KHAIRIYYAH, SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN.....................DENGAN MOTTO: BERILMU AMALIYAH - BERAMAL ILMIYAH - MENJAGA UKHUWWAH ...........................YAYASAN MIT ALKHAIRIYYAH KARAWANG MENERIMA SEGALA BENTUK DONASI YANG HALAL DAN TIDAK MENGIKAT; MELALUI BANK JABAR . No. Rekening : 0014732411100 atas nama : Pondok Pesantren Al-Khairiyyah Karawang...........................Facebook: khaeruddin khasbullah.....

SEPUTAR AL-KHAIRIYYAH (facebook:: https://www.facebook.com/khaeruddin.khasbullah)

Rabu, 25 Oktober 2017

AHLUL HALLI WAL AQDI

AHLUL HALLI WAL AQDI

Hasil gambar untuk kumpulan para ulama

(Dari pengajian Akbar di Pondok Pesantren "An- Nihayah" Rawamerta Karawang, yang dihadiri oleh para ulama dan para habaib Karawang, Purwakarta dan sekitarnya pada Senin malam Selasa 16- Oktober- 2017 di halaman PonPes An- Nihayah" dengan thema "Ahlul Halli wal Aqdi", maka beliau ajengan K.H. Tatang menganjurkan kepada saya untuk menulis serba sedikit tentang apa dan siapa Ahlul Halli wal Aqdi dimaksud. Maka dengan Bismillahirrahmanirrahim, saya penuhi tugas beliau itu ala kadarnya.
Semoga bermanfaat.

Ahlul Halli Wal Aqdi
أهل الحل والعقد

Secara bahasa, Ahlul Halli Wal Aqdi berarti “orang yang berwenang melepaskan dan mengikat.” Disebut “mengikat” karena keputusannya mengikat orang-orang yang diangkat Ahlul Halli Wal Aqdi; dan disebut “melepaskan” karena mereka yang duduk disitu bisa melepaskan dan tidak memilih orang-orang tertentu yang tidak disepakati.

Tradisi Ahlul Halli Wal Aqdi dicontohkan oleh sahabat Umar bin Khattab ketika akan meninggal. Dia memilih orang-orang terpercaya sebagai wakil dari kaum Muslimin untuk mencari jalan keluar pasca meninggalnya sang khalifah (Umar bin Khattab). Mereka yang terpilih kemudian bermusyawarah, berdebat, dan memutuskan sesuatu yang harus ditaati anggota Ahlul Halli dan kaum Muslimin. Keputusannya saat itu, diantaranya adalah memilih Utsman bin Affan sebagai pengganti Khalifah Umar bin Khattab.

Tradisi ini semakin dikenal umat Islam setelah para Faqih memformulasikan dalam bentuk ilmu Fikih yang dipelajari oleh kaum Muslimin, seperti yang dilakukan Imam al-Mawardi dalam kitab "al-Ahkam as-Sulthoniyah", demikian juga dengan Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" nya. Al Mawardi memasukkan lembaga Ahlul Halli Wal Aqdi sebagai institusi tersendiri yang berfungsi semacam legislatif disamping institusi-institusi lain yang membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan.

Dalam konsep demokrasi barat, suara ada pada mayoritas rakyat (demos = rakyat, kratos= kedaulatan), kedaulatan suara mayoritas. Sehingga ketika seandainya ada 100 orang, dimana ada 51 orang pemabuk atau penjahat lainnya, dapat saja mereka mengalahkan 49 penentang dari orang baik- baik, pintar dan jujur yang kalah suara, dan hukum sesuai selera pemenang dapat diterapkan.

Apalagi saat ini ketika banyak ditemui kebanyakan sifat masyarakat awam yang sering kurang pikir, gampang dipengaruhi dan suaranya sering dapat dibeli, dan para politikus busuk yang suka berbuat licik dan curang (dan bahkan membawa misi asing), maka sudah barang tentu kebenaran ketika itu dapat dikalahkan, para politikus busuk dibawah kendali kekuatan uang menjadi pemenang, dan itu sudah sering terbukti dan terjadi.

Untuk menghindari itu semua Islam memperkenalkan suatu lembaga perwakilan yang dipercaya masyarakat dengan semua syarat- syaratnya yang berat, agar kelicikan dan kekuatan duit dapat di eliminir. caranya adalah dengan memilih orang- orang yang telah terbukti "Adil" dalam segala sendi- sendi kehidupannya. Mereka disebut sebagai "Ahlul Halli Wal Aqdi".

Dalam UUD 45, para pemikir Indonesia sebenarnya sudah memikirkan hal ini sehingga mereka para pendahulu kita mengadopsi asas "dalam permusyawaratan perwakilan", sebagai pengejawantahan asas Ahlul Halli wal Aqdi. namun sejak reformasi, dimana sejak saat itu pemilihan para pemimpin dipilih secara langsung bukan oleh MPR sebagai representasi Ahlul Halli Wal Aqdi, mulailah para politisi berduit termasuk para politisi busuk dan para politisi yang mengemban kepentingan asing berebut naik tahta, sedang orang baik- baik jujur dan pintar hanya bisa gigit jari karena tak punya dana. Bahkan kejujuran dan kepintaran serta ketenaran mereka sering dimanfaatkan oleh para politikus hanya sekedar sebagai "vote getter", para penggaet suara yang bagaikan daun salam, jika pesta demokrasi usai mereka akan dibuang dalam keranjang sampah.
Oleh karena itu sudah saatnya ummat kembali menaruhkan amanat dan kepercayaan hanya kepada para Ahlul Halli Wal Aqdi. Biarlah para ulama mukhlisin pilihan kita, kita berikan amanat untuk melakukan "bargaining"/ tawar menawar dengan para calon pemimpin. Rakyat hanya memilih para calon yang telah menandatangani "agreement" dengan para Ahlul Halli wal Aqdi demi kepentingan ummat, masyarakat tidak boleh memilih orang- orang yang tidak dipilih oleh para Ahlul halli Wal Aqdi, karena sudah terbukti selama ini pilihan mereka banyak madhorotnya dibanding manfaat yang diperoleh.

Lalu, siapakah Ahlul Halli Wal Aqdi dimaksud? Syekh Al- Mawardy menulis dalam "Ahkaamus Sulthoniyyah":
وأهل الحل والعقد: هم أهل الشأن من الأمراء والعلماء والقادة والسياسة ووجوه الناس.
Ahlul Halli Wal Aqdi adalah bagian dari para pakar urusan ummat dari para Umaro'- Ulama', para pemimpin bangsa dan ahli siyasat/ strategi kemaslahatan ummat.
والشروط التي يجب أن تتوافر فيهم ثلاثة كما قال المارودي في الأحكام السلطانية:

Adapun mereka yang berhak dipilih sebagai Ahlul Halli wal Aqdi, ada tiga syarat utama seperti ditulis oleh Imam Al- mawardi dalam kitab "Al- Ahkaamus Sulthoniyyah", yakni:

1- Adil
1- العدالة الجامعة لشروطها.
والعدالة : من الذين لم يرتكب كبيرة ولم يصر على صغيرة
ﻗﺎﻝ ﺍﻹ‌ﻣﺎﻡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ رحمه الله ﻓﻲ ﻣﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ
: “ﺷﺮﻁ ﺍﻟﻌﺪﺍﻟﺔ: ﺍﺟﺘﻨﺎﺏ ﺍﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﻭﺍﻹ‌ﺻﺮﺍﺭ ﻋﻠﻰ ﺻﻐﻴﺮة”
Bersifat adil. Adil disini bermakna seseorang yang sudah menjauhkan diri dari dosa besar dan tak bergelimang dalam dosa kecil (Ulama' Sholih), bukan hanya sekedar adil dalam bersikap dalam pemberian dan hukuman.
Demikian sesuai pernyataan Imam Nawawy dalam kitab "Minhajut Tholibin".

2- العلم الذي يتوصل به إلى معرفة من يستحق الإمامة على الشروط المعتبرة في الإمام.
2- Pengetahuan tentang hak- hak dan kewajiban seorang pemimpin, yang memiliki sifat- sifat yang credible bagi seorang pemimpin.

3- Bijak bestari
3-الرأي والحكمة المؤديان إلى اختيار من هو للإمامة أصلح، وبتدبير المصالح أقوم وأعرف.
Pandangan luas dan bijak bestari yang didasari rasa keagamaan Islam yang kuat dalam memilih siapapun pemimpin yang paling membawa maslahat bagi ummat, dan yang paling mampu dan paling adil dalam mengelola kemaslahatan ummat.

Maka dipandang yang memiliki tiga sifat utama ini saat ini adalah para kiyai pondok pesantren tanpa memandang kelompok, partai atau golongan asal memenuhi ketiga syarat diatas, yang sudah terbukti mendarma baktikan segala harta tenaga dan ilmunya untuk pesantren dan pendidikan ummat.

Kepada mereka lah para ulama yang terpilih, kita percayakan amanat ummat untuk memilih siapapun pemimpin muslim yang dianggap mampu menjalankan hak dan kewajiban seorang pemimpin dengan baik. Kita sebagai masyarakat awam "sami'na wa atho'na" kepada pilihan mereka para ulama itu. Masyarakat tetap memilih langsung tapi dengan arahan dan bimbingan serta petunjuk para Ahlul Halli Wal Aqdi, sehingga pilihan kita menjadi sebuah ibadah yang diridhoi Allah SWT.

Semoga negara kita segera mencapai anugerah "Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur" dibawah pimpinan dan arahan para Ahlul halli Wal Aqdi. Amin.

Dari aneka sumber, diantaranya:

الإمامة عند أهل السنة

http://shiaweb.org/shia/aqaed_sunnah_shia/pa20.html



Oleh: H. Khaeruddin Khasbullah
Khodim Al-Ma'had Al- Islam Terpadu "Al- Khairiyyah"
Griya panorama Indah, Purwasari, karawang, 23/11/2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar