MA'HAD ISLAM TERPADU AL- KHAIRIYYAH, SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN.....................DENGAN MOTTO: BERILMU AMALIYAH - BERAMAL ILMIYAH - MENJAGA UKHUWWAH ...........................YAYASAN MIT ALKHAIRIYYAH KARAWANG MENERIMA SEGALA BENTUK DONASI YANG HALAL DAN TIDAK MENGIKAT; MELALUI BANK JABAR . No. Rekening : 0014732411100 atas nama : Pondok Pesantren Al-Khairiyyah Karawang...........................Facebook: khaeruddin khasbullah.....

SEPUTAR AL-KHAIRIYYAH (facebook:: https://www.facebook.com/khaeruddin.khasbullah)

Jumat, 26 Desember 2014

SANAD KEGURUAN AL- QUR'AN


  HUKUM IJAZAH (sijil) SANAD/ SYAHADAH MENGAJAR AL QURAN

Assalamu alaikum wr.wb.

Salam Ta'dzim

Perkenalkan saya Badrus Siroj, saya ingin bertanya mengenai pengajaran Al-Qur'an. Pertanyaan ini bermula dari keadaan teman saya di desa yang bingung ingin mengajarkan Al-Qur'an. Ceritanya bermula saat dia pulang dari Pondok Pesantren dengan kondisi belum pernah mengaji/menghatamkan Al-Qur'an pada kyainya. Dia pernah mendengar orang yang belum pernah mengaji Al Qur-an pada seorang guru sampai khatam berarti orang tersebut tidak dapat sanad dan tidak boleh mengajarkan Al-Qur'an pada orang lain.

Dengan keyakinan itu, meskipun teman saya memiliki tajwid yang bagus, dia tidak berani mengajarkan Al-Qur'an pada masyarakat di desanya. Padahal dia ingin sekali mengajar Al-Qur'an karena di desa ia tinggal belum ada yang istiqomah mengajar Al-Qur'an.

Pertanyaan saya, bagaimana hukumnya orang yang mengajar Al-Qur'an tapi tidak mempunyai sanad atau belum pernah mengaji sampai hatam pada seorang guru Qur'an.

Mohon jawabannya.

Terima kasih.
Salam hormat,
Badrus Siroj



JAWABAN HUKUM IJAZAH (sijil) SANAD DAN SYAHADAH DALAM MENGAJAR AL QURAN



Mendapat ijazah atau sanad dari seorang guru atau kyai untuk belajar, menghafal atau mengajar Al-Quran pada orang lain itu tidak menjadi syarat. Yang terpenting orang tersebut bisa membaca Al-Quran dengan baik dan memiliki kemampuan ilmu tajwid yang benar. Bahkan, seandainya ada orang yang mampu belajar sendiri membaca Quran dengan baik dan benar maka dia boleh juga mengajar Al-Quran pada orang lain. Yang menjadi prinsip dalam mengajar Al-Quran adalah kemampuan orang tersebut dalam membaca sesuai dengan tajwidnya.


Hal ini berdasarkan pada pendapat As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Quran I/330 sebagai berikut:

فائدة ثانية: الإجازة من الشيخ غير شرط في جواز التصدي للإقراء والإفادة، فمن علم من نفسه الأهلية جاز له ذلك وإن لم يجزه أحد، وعلى ذلك السلف الأولون والصدر الصالح، وكذلك في كل علم وفي الإقراء والإفتاء .. وإنما اصطلح الناس على الإجازة لأن أهلية الشخص لا يعلمها غالبا من يريد الأخذ عنه من المبتدئين ونحوهم لقصور مقامهم عن ذلك، والبحث عن الأهلية قبل الأخذ شرط، فجعلت الإجازة كالشهادة من الشيخ للمجاز بالأهلية

Artinya: Ijazah dari seorang guru bukanlah sebuah syarat bolehnya mengajar dan membacakan kitab. Selama seseorang punya keyakinan bahwa dia sudah ahli maka boleh baginya untuk membacakan dan berfatwa walaupun dia tidak mendapat ijazah dari siapapun. Pendapat ini dianut kalangan salaf klasik (al-awwalun). Begitu juga dalam setiap ilmu. Bahwasanya ada orang yang menganggap perlu adanya ijazah itu karena keahlian sesorang umumnya tidak dapat dicapai tanpa guru. Sedangkan keahlian itu menjadi syarat untuk mengajar. Maka ijazah itu ibarat sertifikat dari guru pada murid (yang diijazahi/al-mujaz) atas tercapainya suatu keahlian.

Intinya, ijazah menurut Imam Suyuthi bukanlah syarat alias tidak wajib. Yang menjadi syarat adalah keahlian.
Masalahnya adalah: banyak orang yang merasa ahli dan merasa bacaannya sendiri sudah benar, namun ketika diukur dengan standar Ilmu Al- Qur'an yang ada, ternyata jauh dari ketentuan. Sebagai contoh: Seperti yang terjadi berulang kali ditemukan dalam pengalaman penulis, adanya para pengajar yang mengajarkan kalimat Al- Qur'an: كهيعص  diawal Surat Maryam dengan di baca KAHAYA'ASHO, yang sudah terang salahnya. 

IJAZAH DAN SYAHADAH

Untuk menghindari adanya orang - orang yang salah bacaannya namun telah berani mengajar Al- Qur'an, diperlukan kesaksian oleh seseorang yang diakui punya keahlian membaca Al- Qur'an. Kesaksian inilah disebut SYAHADAH. Karena Al- Qur'an adalah firman Alloh, kita tidak boleh mewariskan bacaan yang salah, karena jika demikian akan terjadi mata rantai kesalahan sepanjang masa.

Jadi: Ijazah SANAD, adalah mata rantai keguruan dari seseorang yang langsung mengajar sampai kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Sedang Syahadah adalah: Kesaksian seseorang guru (yang bersanad) tentang kebenaran bacaan seseorang (sehingga dia boleh mengajar berdasar pernyataan Imam Suyuthi diatas).

PEMBERI IJAZAH/ SYAHADAH QURAN TIDAK BOLEH MEMINTA HONOR

Dalam kitab yang sama As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Quran I/330 menyatakan:

فائدة ثالثة : ما اعتاده كثير من مشايخ القراء - من امتناعهم من الإجازة إلا بأخذ مال في مقابلها - لا يجوز إجماعا ، بل إن علم أهليته وجب عليه الإجازة ، أو عدمها حرم عليه ، وليست الإجازة مما يقابل بالمال ، فلا يجوز أخذه عنها ، ولا الأجرة عليها .

وفي فتاوى الصدر موهوب الجزري من أصحابنا : أنه سئل عن شيخ طلب من الطالب شيئا على إجازته ، فهل للطالب رفعه إلى الحاكم وإجباره على الإجازة ؟ .

فأجاب : لا تجب الإجازة على الشيخ ، ولا يجوز أخذ الأجرة عليها .

وسئل أيضا : عن رجل أجازه الشيخ بالإقراء ، ثم بان أنه لا دين له ، وخاف الشيخ من تفريطه ، فهل له النزول عن الإجازة ؟ فأجاب : لا تبطل الإجازة بكونه غير دين .

Artinya: Apa yang sudah menjadi tradisi dan sering terjadi pada sebagian guru Al-Quran di mana mereka tidak mau memberi ijazah kecuali setelah murid membayar maka hal itu tidak boleh secara ijma'. Bahkan, kalau seorang guru tahu keahlian murid, maka wajib bagi guru untuk memberikan ijazah/ syahadah agar Al- Qur'an tersebar keseluruh penjuru alam.. (Sebaliknya) jika murid tidak ahli, maka haram seorang guru memberi ijazah. Ijazah tidak sebanding dengan harta karena itu tidak boleh menjual ijazah atau meminta ongkos.

Di dalam fatwanya, Al-Jazari disebutkan bahwa ia pernah ditanya tentang guru Quran yang meminta sesuai dari murid atas ijazahnya, maka apakah murid boleh melaporkannya ke hakim dan memaksanya memberi ijazah? Maka ia menjawab: tidak wajib ijazah pada guru itu dan tidak boleh mengambil ongkos untuk ijazah. 

APAKAH IJAZAH/ SYAHADAH BOLEH DICABUT?
 
Al-Jazari pernah ditanya apakah Guru boleh mencabut ijazahnya apabila melihat muridnya ternyata tidak agamis? Dijawab: ijazah tidak batal hanya dikarenakan si murid tidak agamis.

dengan beberapa penambahan untuk memperkaya wawasan. 

Rabu, 10 Desember 2014

HUKUM MENGGERAK- GERAKKAN JARI TELUNJUK KETIKA TASYAHHUD.

HUKUM MENGGERAK- GERAKKAN JARI TELUNJUK KETIKA TASYAHHUD.



Tanbihun.com-Imam Nawawi dalam Fatawiynya mengatakan bahwa disunnahkan mengangkat jari telunjuk kanan saat tasyahud pada saat lafadz Illalloh sekali saja, dan tidak menggerak-gerakannya, seandainya menggerakkan jari telunjuknya terus menerus maka hukumnya makruh dan tidak bathal sholatnya berdasarkan pendapat yang shahih, sebagian ulama lainnya berpendapat bathal. (Fatawiy Imam Nawawi, 50).
Akan tetapi akhir-akhir ini muncul golongan orang yang merasa paling mengikuti sunnah menganggap bahwa pendapat Imam Nawawiy dan mayoritas Syafi’iyah lainnya adalah salah karena menyelisihi sunnah. Dan pendapat yang paling shahih dan ditunjang oleh hadits-hadits yang valid sebagaimana dikutip oleh Syaikh Al Albaniy adalah yang menggerak-gerakan telunjuk terus menerus sampai salam.
Dalam rangka meluruskan yang bengkok inilah tulisan ringan ini hadir.
Syaikh Al-Albani dalam meyakinkan pembacanya dalam Shifat Sholat Nabiy agar meyakini bahwa menggerak-gerakkan jari telunjuk terus menerus adalah sunnah mengutip hadits dari Wail Bin Hujr yang berbunyi :

ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا

Kemudian beliau mengangkat jari telunjuknya dan aku melihatnya menggerak-gerakkannya ketika berdoa (Shifat Sholat Nabiy, 159).
Hadits ini kualitasnya Shahih hanya saja jika diamalkan begitu saja akan membentur hadist lain yang sanadnya juga Shahih yaitu hadits dari Ibnu Zubair yang berbunyi :

كَانَ يُشِيرُ بِإِصْبُعِهِ إِذَا دَعَا لاَ يُحَرِّكُهَا.

Beliau isyarah dengan jari telunjuknya ketika berdoa tanpa menggerak-gerakannya (HR. Baihaqi, 2897).

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Mu’jam Kabirnya dengan sanad Shahih, seluruh sanadnya Tsiqoh. Adalah aneh bin ajaib jika kemudian Syaikh Al-Albaniy seorang yang mendapat julukan Muhaddits abad ini menilai dhoif hadits ini. Sepanjang penelusuran penulis sanad hadits ini, baik yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqiy maupun yang diriwayatkan oleh Imam Thabraniy semuanya tsiqoh selain Muhammad Bin Ajlan dia dinyatakan shaduq hasanul hadits, namun Imam Ahmad mentsiqohkannya, maka dengan demikian prasangka Syaikh Al-Albaniy yang mengatakn bahwa hadits ini dhoif dari segi sanad harus gugur secara ilmiah, karena kualitas hadits ini adalah shahih tanpa ada keraguan.
Kedua hadits di atas secara kasat mata terjadi ta’arrudh atau pertentangan satu sama lain. Maka berdasarkan ushulul hadits langkah pertama yang harus ditempuh jika ada dua hadits shahih saling bertentangan adalah menggunakan metode jam’u (kompromi). Dan Imam Baihaqiy kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam mengkompromikan dua hadits ini agar bisa diamalkan keduanya beliau berkata :

فَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِالْتَحْرِيكِ الإِشَارَةَ بِهَا لاَ تَكْرِيرَ تَحْرِيكِهَا ، فَيَكُونُ مُوَافِقًا لِرِوَايَةِ ابْنِ الزُّبَيْرِ

Maka dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan menggerakkan(pada hadits Wail Bin Hajjar) adalah isyarah dengan jari telunjuknya bukan menggerakkan berulang-ulang, maka jadilah hadits wail ini cocok dengan hadits riwayat Ibnu Zubair (yang mengatakan tidak menggerak-gerakkan)..(Sunan Kubro, 2899).

Akan tetapi oleh Al-Albaniy metode ini tidak diterapkan, beliau langsung menggunakan kaidah Al Mutsbit Muqoddamun ‘ala nafiy (dalil yang menetapkan didahulukan atas dalil yang menafikan), dengan alasan inilah maka beliau menolak hadits Ibnu Zubair dan lebih mendahulukan hadits Wail. Langkah yang ditempuh Al-Albaniy ini menyalahi ilmu ushul. Sebab dalam ushulul dikatakan :

المثبت مقدم علي النافي إذا لم يمكن الجمع بينهما

Dalil yang menetapkan didahulukan atas dalil yang menafikan ketika susah untuk mengkompromikan keduanya. Dan terbukti Imam Baihaqiy dan Imam Nawawi bisa mengkompromikan dua hadits tersebut, yaitu ketika tasyahud cukup menggerakkan telunjuk sekali saja yaitu saat membaca kalimah tauhid.

Perlu diketahui bahwa yang meriwayatkan hadits Wail bin Hujr ada sekitar 12 orang dari guru mereka Ashim bin Kulaib. Dan, hanya 1 orang yang menggunakan kata “yuharrikuha” yaitu riwayat Zaidah bin Qudamah, sementara 11 orang lainnya tidak ada kata itu. Dengan demikian hadits dari Zaidah bin Qudamah dianggap lemah karena menyelisihi 11 riwayat lainnya padahal sumbernya sama.
Maka berdasarkan analisa ini, pendapat yang paling kuat memang menggerakkan sekali sebagai isyarat, bukan dengan menggerak-gerakkan. WALLOOHU A'LAM

Selasa, 02 Desember 2014

Dialog Imajiner ANTARA SANG BAYI DENGAN KHOLIQNYA

Dialog Imajiner
ANTARA SANG BAYI DENGAN KHOLIQNYA
Oleh: H. Khaeruddin Khasbullah



Syahdan, ditaman-taman sorga yang indah, berkumpullah para bayi dari segala warna kulit, tak terhitung jumlahnya. Para Wildan itu bermain, berlari, bernyanyi, bergembira. Celoteh mereka riuh rendah bak suara kumbang. Diiringi dengan siulan burung sorgawi dan kupu- kupu yang jinak- jinak merpati. Sungguh hidup mereka bahagia, penuh canda, penuh tawa, dibawah lindungan dan asuhan para bidadari dan para malaikat yang suci- suci. Tak ada rasa sedih, gelisah atau resah. Tak ada tangisan atau rengekan. Sungai- sungai madu dan bengawan- bengawan susu adalah lebih dari cukup untuk menu mereka sehari- hari dan penuh gizi dibawah ridho ilahi.
Tiba- tiba ditengah keriuhan canda mereka terdengar panggilan Sang Kholiq:
“Wildan, kemari nak!”
“Labbaik Ya Rob!”
“Begini nak, Aku sudah menetapkan bahwa dikau harus segera turun kebumi..”
Betapa kaget dan terperanjatnya wajah si Wildan, mendengar bahwa ia terpilih agar segera turun kebumi. Yang pernah ia dengar, bumi itu tidak seindah dan seaman sorga. Kadang ada senang disana. Namun terlebih banyak lagi sedih dan gundah. Belum lagi persaingan, korupsi dan pertumpahan darah. Ah, sebaiknya ia usul agar agar jangan dia yang terpilih, biarlah para wildan yang lain………..
“Ya Rob, kenapa harus saya. Saya masih senang hidup tenteram disini. Setiap saat aku dapat bercengkerama dengan para teman- teman, para bidadari dan para malaikat. Dan yang lebih membahagiakanku disini adalah bahwa aku bisa selalu memandang Mu dan bersama Mu setiap saat”.
“ Ya nak, nanti disana kamu juga akan banyak teman, walaupun kadang juga lawan, disana kamu bisa hidup bahagia, walau hanya sementara, dan kadang diliputi nestapa yang tak habis- habisnya. Itu semua adalah ladang agar dapat memperoleh kehidupan nikmat abadi, bagi siapa yang mampu menghadapi semua ini dengan menggunakan cahaya ilahi”.
“Ya Rob, aku dengar didunia banyak bahaya dan banyak orang- orang jahat, siapa yang akan melindungiku, siapa yang akan mengajariku bertahan terhadap segala masalah dunia yang hingar bingar itu?”
“Begini nak. Nanti aku siapkan pengasuh yang berhati sehalus dan selembut sutera, dia akan menyayangimu dengan kasih bidadari dan berbudi malaikat. Dia akan mencintaimu setiap saat dan setiap waktu, dia akan selalu mengawasimu dan melindungimu dari segala marabahaya tanpa pamrih”.
“Ya Rob, kalau boleh tahu, apakah makhluk yang Kau siapkan itu memiliki sebuah nama?”
“Ya, panggil saja dia dengan sebutan MAMA, dia akan dibantu dengan seorang yang juga akan mengasuhmu dengan kasih, walau tak sebanding dengan kasih mama, namanya PAPA. Mudah bukan?”
“Lalu, bagaimana seandainya aku suatu saat rindu pada Mu? Apa yang harus aku lakukan, ?”
“Jangan khawatir, MAMA dan PAPA mu akan mengajarimu bagaimana caranya jika engkau nanti rindu dan ingin berjumpa dengan KU dengan melakukan ibadah dan dzikir- dzikir tertentu”.
“ Ya Rob, aku memohon agar jika seandainya Engkau tetap memutuskan aku harus mengunjungi dunia kedunia, aku ingin tak selamanya, bahkan kalau bisa sebentar saja, agar aku bisa melihat wajah Mu kembali”.
“Wahai Wildan, Aku lebih tahu tentang keputusanKu. Bila aku ingin, aku segera tarik kau kembali kesisiku, namun bila aku menghendaki, kau kutetapkan sampai sementara waktu lamanya, sepuluh, duapuluh atau bahkan duaratus tahun, atau berapapun yang aku kehendaki. Itu semua berada didalam ilmu azali Ku, dan tak ada siapapun yang dapat merobahnya kalau itu sudah aku tetapkan walau hanya sedetik”.
“Ya Rob, kalau memang itu kehendakmu, maka aku ridho dan pasrah atas segala keputusan Mu”.
Maka, karena semuanya sudah diatur Sang Kholiqnya, Wildan pun meluncur ke dunia fana, mengeram beberapa saat diperut calon pengasuhnya setelah terjadinya proses manusiawi antara ayah dan ibu. Sembilan bulan lamanya ia berada diperut seseorang yang akan ditugaskan sebagai pengasuhnya. Dan pada saat waktunya telah tiba ia pun terlahir kedunia dengan tangisnya yang keras, sebuah tangis protes setelah melihat dunia tidak seindah sorga. Dia menangis seakan memohon agar diperkenankan segera kembali menghadap Rob nya daripada berlama- lama hidup didunia yang keras dan penuh tipu mara bahaya.
Waktupun berjalan. Mama dan Papa menyayanginya sepenuh jiwa. Ini semua karena sebentuk kasih dan rahmah telah ditanamkan Allah kedalam hati kedua orang yang diberi amanat tersebut. Sang Wildan diasuh mereka dengan baik, dirawat dengan penuh sukacita dan tak dianggap sebagai beban bagi mereka berdua walaupun terkadang mereka berdua harus bergadang diwaktu malam, pada saat seharusnya mereka dapat beristirahat.
Dan Allah mempunyai rencana lain. Ia ingin agar Wildan segera kembali ke sisi Nya. Allah juga melihat dedikasi kedua pemegang amanat itu yang sedemikian besar, Allah ingin segera membalasnya dengan janji sorgawi, yakni nanti akan bergabung kembali dengan Wildan yang pernah diasuh mereka tatkala didunia fana. Agar Wildan menjadi tabungan amal bagi kedua pemegang amanat itu, agar Wildan dapat memberi syafaat dan penolong serta penarik mereka memasuki pintu sorga.
Wildan pun pada saat yang telah ditentukan dipanggil pulang oleh Sang Kholiq. Dunia pun berduka, pengasuhnya seakan tak percaya bahwa ia telah tiada. Semua menangis sedih dan berurai air mata duka. Sedangkan Sang Wildan tertawa bahagia, karena permohonannya agar ia segera kembali kesorga dikabulkan oleh Sang Maha Perkasa, bergabung kembali dengan para Wildan, Bidadari dan para malaikat pengasuhnya, dan yang lebih membahagiakan lagi adalah…… ia bisa kembali menatap Rob nya.

(Tulisan ini didedikasikan untuk mengantar kepulangan nanda Marsha Nafis An- Nida binti Arif Dzulhikam/ Nana kepangkuan Rob nya pada tanggal 03- 08- 2009, dan dia pasti sekarang sedang bercengkerama bersama bidadari disorga. Innaa lillaahi Wa innaa ilaihi roji’un. Innamaa yuwaffasshoobiruuna Ajrohum bighoiri hisaab. Teriring do’a agar keluarganya tabah menghadapi musibah ini.)