MA'HAD ISLAM TERPADU AL- KHAIRIYYAH, SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN.....................DENGAN MOTTO: BERILMU AMALIYAH - BERAMAL ILMIYAH - MENJAGA UKHUWWAH ...........................YAYASAN MIT ALKHAIRIYYAH KARAWANG MENERIMA SEGALA BENTUK DONASI YANG HALAL DAN TIDAK MENGIKAT; MELALUI BANK JABAR . No. Rekening : 0014732411100 atas nama : Pondok Pesantren Al-Khairiyyah Karawang...........................Facebook: khaeruddin khasbullah.....

SEPUTAR AL-KHAIRIYYAH (facebook:: https://www.facebook.com/khaeruddin.khasbullah)

Kamis, 11 September 2014

HUKUM JILBAB- CADAR DAN NIQOB
Gabsi Adeshofyahttps://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-prn2/t1.0-1/c0.0.130.130/p130x130/1622037_1488174924742510_413147121_n.jpg
Pertanyaan:
 
Beberapa hari yang lalu, diharian REPUBLIKA, tepatnya pada tanggal 9- dan 10 – Oktober 2009 pada halaman 12 diberitakan tentang pernyataan seorang Imam dan Guru Besar Universitas Al- Azhar Cairo Mesir, Yakni Syekh Thontowi, yang menyatakan bahwa Lembaga Al- Azhar akan melarang pemakaian CADAR dilingkungannya, dan bahwa CADAR adalah bukan merupakan pakian resmi berdasarkan aturan Syari’at Islam, akan tetapi sekedar bersumber pada TRADISI,  berbeda dengan JILBAB. Mohon penjelasannya tentang kedua masalah tersebut, yakni tentang hukum JILBAB dan NIQOB.

Jawab:

1.Definisi.
Perlu diketahui terlebih dahulu tentang definisi kedua istilah tersebut;
JILBAB adalah suatu kain penutup kepala, leher dan dada seorang wanita.
Nama lainnya adalah Khimaar, jama’nya Khumur,  Kerudung atau Tudong dalam bahasa Melayu. Lihat Surat An- Nuur ayat 31 tentang PERINTAH BERJILBAB.
NIQOB adalah suatu kain yang dipakai menutup wajah seorang wanita, sehingga yang tampak hanya kedua matanya.
Nama lainnya adalah Purdah, Hijaab, Chador, Bushiya, Burqo, atau CADAR dalam bahasa Melayu/ Indonesia.

2. Hukum

2.1. Hukum JILBAB
Para Ulama Salaf sepakat bahwa Rambut, Leher dan Dada seorang wanita merdeka adalah termasuk bagian AURAT tubuh yang harus ditutup.
Sebagaimana juga di tulis oleh Syekh A.Rifa’i dalam kitabnya berjudul RI’AYATUL HIMMAH I/ bab syarat sah sholat bahasa Jawi berdasarkan madzhab Syafi’i, demikian:
» Ngurate wong merdiko tinemune
» Iku sekabehe badan anging rerahine
» Lan epek- epeke karo, dhohir bathine

Bahasa Indonesianya:

Aurat seorang wanita merdeka adalah seluruh badan, KECUALI WAJAH dan KEDUA TELAPAK TANGANNNYA, baik bagian LUAR  maupun DALAM telapak tangan nya. 

Ini adalah batas Aurat berdasar Madzhab Syafi'i. Pendapat Syafi’i ini bersesuaian dengan pendapat gurunya yakni imam Malik.
Beberapa Ulama antar madzhab sepakat tentang masalah auratnya rambut, leher dan dada serta anggota tubuh yang lain. Perbedaan mereka hanya pada  masalah telapak tangan dan telapak kaki.

Imam Hanafi menganggap bagian luar telapak tangan termasuk aurat, demikian juga telapak kaki.
Imam Hambali menganggap seluruh tubuh adalah aurat terkecuali wajah saja.
Imam Ja’far (Dari Syi’ah Imamiyah) menganggap bahwa kedua telapak tangan luar dalam dan kedua telapak kaki sampai betis bukan merupakan aurat.
Hujjah mereka adalah BERDASARKAN Surat An- Nuur ayat 31:
……. …….ﻮﻟﻴﺿﺭﺑﻥ ﺑﺨﻤﺭﻫﻦ ﻋﻟﻰ ﺠﻴﻮﺑﻬﻦ
.” Dan hendaklah wanita- wanita itu menurunkan kerudung (dari kepala) sampai (menutup) dada- dada mereka…….

dan beberapa hadist dibawah ini:

ﻋﻥ ﻋاﺋﺷﺔ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﻧﻬﺎ ﺍﻦ ﺍﺴﻤﺎﺀ ﺑﻨﺖ ﺍﺑﻰ ﺑﻜﺭ ﺩﺨﻟﺖ ﻋﻟﻰ ﺭﺴﻭﻞ ﺍﻠﻠﻪ ﺼﻟﻌﻡ ﻭﻋﻠﻴﻬﺎ ﺛﻴﺎﺐ ﺭﻗﺎﻖ ﻔﺄﻋﺮﺾ ﻋﻨﻬﺎ ﺮﺴﻮﻞ ﺍﻠﻠﻪ ﺼﻟﻌﻡ ﻮﻗﺎﻞ ﻴﺎ ﺃﺴﻤﺎﺀ ﺇﺫﺍ ﺑﻠﻐﺖ ﺍﻠﻤﺤﻴﺾ ﻠﻡ ﺗﺼﻠﺢ ﺍﻦ ﻴﺮﻯ ﻤﻨﻬﺎ ﺇﻻ ﻫﺬﺍ ﻮﻫﺬﺍ ﻮﺃﺸﺎﺭ ﺇﻠﻰ ﻭﺠﻫﻪ ﻮﻜﻔﻴﻪ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮﺪﺍﻭﺪ

Artinya:
Dari A’isyah RA bahwa sesungguhnya Asma’ binti Abi Bakar masuk kehadapan Rasulullah SAW dan Asma’ saat itu memakai baju yang tipis. Maka Rasulullah berpaling daripadanya seraya berkata: “Apabila Wanita telah dewasa (haidh), maka ia tak boleh terlihat kecuali INI dan INI. Dan Rasul menunjuk pada WAJAH dan TANGAN beliau. Hadist riwayat Abu Dawud.
Dari hadist ini nyata sekali bahwa selain MUKA dan TELAPAK TANGAN  adalah aurat.

ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺭ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻞ ﺍﻟﻨﺑﻰ ﺼﻠﻌﻢ :ﻻ ﺘﻨﺘﻗﺐ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﻤﺤﺮﻤﺔ ﻭﻻ ﺗﻟﺑﺲ ﺍﻟﻗﻔﺎﺯﻴﻦ . ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺑﺧﺎﺮﻱ
Artinya:
Dari  Ibnu Umar RA, Nabi bersabda: ” Janganlah wanita yang sedang Ihrom itu memakai NIQOB, jangan juga memakai kedua SARUNG TANGAN”. Hadist Riwayat Bukhori.

Hadist ini memperkuat hadist yang pertama bahwa WAJAH dan KEDUA TELAPAK TANGAN adalah bukan aurat. Bahkan Rasulullah memerintahkan agar CADAR  dan KAOS TANGAN untuk DILEPAS, sehingga bila thowaf dengan memakai NIQOB/ CADAR dan KAOS TANGAN, maka thowafnya tidak sah. Seandainya WAJAH dan TELAPAK TANGAN termasuk aurat, pastilah saat Ihrom atau Thowaf lebih layak untuk ditutup dari pada dalam keadaan biasa. Begitu juga pada wanita yang meninggal saat sedang IHROM, maka kain kafannya seluruh tubuh kecuali MUKANYA tidak boleh ditutup.
Hadist- hadist inilah yang dipakai hujjah oleh sebagian besar Ulama’ bahwa CADAR itu adalah sekedar TRADISI bukan SYAR’I. (Lihat: Ibn Rusyd Al- Qurthubi: Bidayatul Mujtahid I/115 – Abil Mawahib As-Syafi’i: Mizaanul Kubro. 170.)

2.2. Hukum CADAR / NIQOB.

Berikut ini beberapa hadist dan ayat yang dipakai sebagai dalil tentang anjuran memakai NIQOB:

♦  Dari Ummi ‘Athiyah: “Kita diperintahkan oleh Rasulullah untuk mengajak wanita- wanita yang sedang haidl dan wanita- wanita bercadar untuk menghadiri perayaan IED. Wanita- wanita yang sedang Haidl dijauhkan dari Musholla. Seorang wanita bertanya: “Ya Rasulalloh, bagaimana tentang seorang wanita yang tidak memakai cadar?” Rasul menjawab: ” Biarlah dia berbagi dengan temannya (yang bercadar). Shohih Bukhori 8/ 347/1

♦  Pada ayat Al- Qur’an Surat Arrohman ayat 56 Allah berfirman:
“Fiihinna qooshirootuthorfi lam ythmitshunna insun qoblahum walaa jaan”
(Disorga ada bidadari- bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh manusia sebelum suami mereka (disorga) dan tidak pula oleh Jin” ).

Berdasar hadist dari A’isyah: “Yaitu para wanita yang menurunkan jilbabnya dari atas kepala dan kemudian meletakkannya pada MUKA nya” . Bukhori: 7/65/375 – Muslim: 8/33/34.
Sebagian besar Ulama menafsirkan yang dimaksud “Qoosirootuthorfi” itu adalah “Bidadari sorga yang sopan- sopan” sesuai ayat- ayat sebelumnya yang sedang membahas masalah keadaan sorga.

»»  Dari A’isyah:  “Ada kafilah bertemu kami, saat itu kami bersama Rasulullah sedang Ihrom. Saat mereka telah dekat masing- masing kami menurunkan jilbabnya dari kepala sampai menutup muka. Dan saat kafilah itu telah melewati kami, kami membuka wajah kami.” Sunan Abu Dawud: 1/ 1833.

»»  Dari Ibnu Abbas: ” Allah memerintahkan para mukminat- apabila mereka keluar rumah untuk suatu hajat, agar menutup kepalanya dengan jilbab, membiarkannya satu atau kedua matanya untuk melihat melalui Niqob.Tafsir At- Thobari 2/123 – Bukhori: 8/368/1

»»  Dari Anas bin Malik RA: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: ” Apabila seorang wanita penghuni sorga melihat ke bumi, dia ingin untuk memenuhi ruang antara dia- bumi dan sorga dengan cahaya, dan ingin apapun yang ada diantaranya penuh dengan wewangian sorgawi, dan CADAR pada wajahnya lebih baih baik dari dunia dan seisinya” Bukhori: 8/572/1.
Ini menunjukkan bahwa PENGHUNI SORGAPUN MEMAKAI CADAR.

Bagi Jumhur Ulama, ini adalah sekedar informasi kebesaran pakaian para bidadari penghuni sorga, bukan perintah untuk memakainya. Sebagaimana informasi pada Surat Al- Muthoffifiin ayat 25 yang berbunyi:

” Yusqouna min rohiiqim makhtuum”= 

“Para penghuni sorga itu disuguhi minuman arak murni”. …….. Bukan berarti orang mukmin dibumi boleh minum arak murni.

Dan masih banyak lagi hadist- hadist dan ayat yang senada termasuk AYAT HIJAB, yakni Surat Al- Ahzab ayat 53 yang berbunyi diantaranya………. 

” Waidzaa sa altumuuhunna fas aluuhunna min waroo  I hijab” = 

” Dan bila kalian akan meminta sesuatu kepada para istri Nabi, maka hendaklah kalian memintanya dari balik hijab…….”. (Tafsir Ibnu Katsier III/503).

Jumhur Ulama memaknai ayat ini untuk perlunya ada  PEMBATAS/ SATIR/ HIJAB yang memisahkan antara kum pria disatu tempat yang sama dengan kaum wanita agar tidak terjadi IKHTILATH (campur baur). Sedang para penganjur CADAR mengartikan pemakaian CADAR (dan jilbab secara keseluruhan) adalah sebagai manifestasi pengamalan ayat hijab. Wallohu a’lam.

Oleh: H.Khaeruddin Khasbullah, dari berbagai sumber.

Selasa, 02 September 2014

JALAN KEKERASAN

MADZHAB KEKERASAN

(Oleh DR. Thahir Al-Qadri, Ulama Pakistan)

Meski telah di sebutkan banyak hadits tentang Khawarij, namun itu belum semuanya. (Untuk lebih jauh mengetahui hadits yang diriwayatkan tentang Khawârij, lihat buku penulis yang lainnya, Al-Intibâh li Al-Khawârij wa Al-Harûrâh). Tidak dapat ditolak lagi, faktanya bahwa selalu saja ada di sepanjang zaman orang-orang yang memiliki ide, kecenderungan, dan hasrat seperti kaum Khawarij. Rasûlullâh telah menjelaskan bahwa kelompok ini akan mengeksploitasi generasi muda yang belum dewasa yang rentan terpengaruhi oleh propaganda dan cuci otak gaya Khawarij, sehingga akhirnya mereka berani melakukan kekerasan dan pembantaian berdarah.

Dari hadits-hadits yang telah dibahas, sudah jelas bagi kita bahwa Khawarijj itu bukanlah sebuah kelompok khusus yang terjadi di masa tertentu. Akan tetapi mereka akan selalu muncul di setiap zaman sampai mereka bergabung dengan Al Dajjâl. Rasûlullâh r bersabda,

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ، لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ. كُلَّمَا قُطِعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ، حَتَّى يَخْرُجَ فِيْ بَقِيَّتِهِمْ الدَّجَّالُ.

 “Akan keluar dari arah timur suatu kaum yang membaca Qur’an, tetapi hanya sebatas di kerongkongan mereka saja. Ketika satu generasi ditumpas, maka muncul lagi generasi yang lain, sampai muncullah Al-Dajjal dari keturunan terakhir mereka.” (HR. Ahmad bin Hanbal dalam Al-Musnad, 2:209 hadits ke 6952; Al-Thabranî dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, 7:41 hadits ke 6791; Al-Hâkim dalam Al-Mustadrak, 4:556 hadits ke 8558; Al-Thayâlisî dalam Al-Musnad, hal. 302; dan Abû Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliyâ’, 6:54).

Dari hadits ini kita bisa simpulkan bahwa Rasûlullâh r telah menginformasikan hal ini kepada kita sejak 15 abad yang lalu. Yaitu Khawârij akan tetap muncul dan berkembang sampai Al-Dajjâl muncul di akhir zaman. Di masa terakhir ummat Islam, akan muncul sebuah kelompok berwajah manusia namun berhati iblis. Abû Hurairah t meriwayatkan bahwa Rasûlullâh r bersabda,

يَخْرُجُ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ رِجَالٌ يَخْتِلُوْنَ الدُّنْيَا بِالدِّيْنِ يَلْبَسُوْنَ لِلنَّاسِ جُلُوْدَ الضَّأْنِ مِنَ اللِّيْنِ أَلْسِنَتُهُمْ أَحْلَى مِنَ السُّكَّرِ وَ قُلُوبُهُمْ قُلُوْبُ الذِّئَابِ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبِيْ يَغْتَرُّوْنَ أَمْ عَلَيَّ يَجْتَرِءُوْنَ فَبِيْ حَلَفْتُ لَأَبْعَثَنَّ عَلَى أُولَئِكَ مِنْهُمْ فِتْنَةً تَدَعُ الْحَلِيْمَ مِنْهُمْ حَيْرَانًا.

“Akan keluar di akhir zaman sekelompok orang yang mengenyampingkan dunia dengan fokus kepada agama. Mereka memakai pakaian berbulu domba untuk menunjukkan kelembutan di depan manusia. Lisan mereka lebih manis dari gula, sedangkan hati mereka adalah hati srigala. Allâh berfirman,”Apa dengan nama-Ku mereka tertipu atau lancang menentang-Ku. Aku bersumpah dengan Dzat-Ku, Aku pasti akan mengutus sekelompok orang untuk menghancurkan mereka yang akan membiarkan orang yang santun di kalangan mereka merasa keheranan.” (HR. Al-Tirmidzî dalam Al-Sunan: Kitab Al-Zuhud, 4:604 hadits ke 2404).

‘Abdullâh bin ‘Abbâs t telah menceritakan bahwa Rasûlullâh r telah bersabda,

سَيَجِيْءُ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ أَقْوَامٌ يَكُونُ وُجُوْهُهُمْ وُجُوْهَ الآدَمِيِّيْنَ، وَ قُلُوبُهُمْ قُلُوْبَ الشَّيَاطِيْنِ،أَمْثَالُ الذِّئَابِ الضَّوَارِيِّ، لَيْسَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ شَيْءٌ مِنَ الرَّحْمَةِ، سفَّاكُوْنَ لِلدِّمَاءِ، لاَ يَرْعَوُوْنَ عَنْ قَبِيْحٍ، إِنْ تابَعْتَهُمْ وَارَبُوْكَ، وَ إِنْ تَوَارَيْتَ عَنْهُمُ اغْتَابُوْكَ، وَإِنْ حَدَّثُوْكَ كَذَبُوْكَ،وَ إِنِ ائْتَمَنْتَهُمْ خَانُوْكَ، صَبِيُّهُمْ عَامِرٌ وَشابُّهُمْ شَاطِرٌ وَشَيْخُهُمْ لاَ يَأْمُرُ بِمَعْرُوْفٍ وَ لاَ يَنْهَى عَنْ مُنْكَرٍ، الاعْتِزَازُ بِهِمْ ذُلٌّ، وَ طَلَبُ مَا فِيْ أَيْدِيْهِمْ فَقْرٌ، الْحَلِيْمُ فِيْهِمْ غاوٍ، وَ الآمِرُ بِالْمَعْرُوْفِ فِيْهِمْ مُتَّهَمٌ، الْمُؤْمِنُ فِيْهِمْ مُسْتَضْعَفٌ، وَالْفَاسِقُ فِيْهِمْ مُشَرَّفٌ، السُّنَّةُ فِيْهِمْ بِدْعَةٌ، وَ الْبِدْعَةُ فِيْهِمْ سُنَّةٌ، فَعِنْدَ ذَلِكَ يُسَلَّطُ عَلَيْهِمْ شِرَارُهُمْ، وَيَدْعُوْ خِيَارُهُمْ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ.

“Akan datang di akhir zaman beberapa kaum yang wajah mereka itu berwajah manusia sedangkan hati mereka adalah hati setan, seperti srigala-srigala hutan. Tidak ada di hati mereka sedikitpun rasa belas kasihan. Mereka mengucurkan darah (melakukan pembunuhan). Mereka tidak henti-hentinya melakukan kejelekan. Jika engkau mengikuti mereka, maka mereka akan mengambil banyak darimu. Jika engkau tidak ada di hadapan mereka, maka mereka akan menggunjingmu. Jika mereka berkata padamu, maka mereka akan berdusta kepadamu. Jika engkau memberi amanah kepada mereka, maka mereka akan mengkhianatimu. Mereka memiliki anak-anak kecil (keturunan) yang sangat banyak. Pemuda-pemuda mereka keji dan orang tua mereka tidak menyuruh kepada kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran. Bergabung dengan mereka adalah kehinaan. Meminta apa yang ada pada mereka adalah kefakiran. Yang santun di kalangan mereka adalah orang yang menyesatkan. Yang memerintahkan kebaikan di kalangan mereka akan menjadi tertuduh. Yang beriman di kalangan mereka akan menjadi orang yang lemah. Yang fasik di kalangan mereka akan dimuliakan. Sunnah di kalangan mereka adalah perbuatan bid’ah dan bid’ah di kalangan mereka dianggap sunnah. Ketika kondisinya sudah seperti ini, maka orang yang paling jahat di antara mereka akan menjadi penguasa. Orang-orang terbaik di antara mereka akan berdoa, akan tetapi sudah tidak dikabulkan-Nya lagi.” (HR. Al-Thabrânî dalam Al-Mu’jam Al-Kabîr, 11:99 hadits ke 11169; dan Al-Mu’jam Al-Shaghîr, 2:111 hadits ke 869).

Riwayat ini secara jelas menerangkan ciri-ciri yang dilakukan teroris hari ini. Mereka memiliki wajah manusia tapi berhati iblis. Mereka menolak kasih sayang dan memenuhi hatinya dengan kebencian. Mereka tidak hanya menuduh kaum muslimin sebagai orang-orang kafir atau musyrik, bahkan mereka tega menjadikan kaum muslimin sebagai target serangannya, dan membantai mereka. Untuk menambah penghinaan dan rasa sakit ini, mereka merekam adegan keji ini dan kemudian menyebarkannya, sehingga akhirnya membawa petaka dan konflik dalam tubuh ummat Islam.

Ibnu Taimiyyah berkata,

وَ كَذلِكَ الْخَوَارِجُ: لَمَّا كَانُوْا أَهْلَ سَيْفٍ وَ قِتاَلٍ، ظَهَرَتْ مُخَالَفَتُهُمْ لِلْجَمَاعَةِ حِيْنَ كاَنُوْا يُقَاتِلُوْنَ النَّاسَ. وَ أَمَّا الْيَوْمَ فَلاَ يَعْرِفُهُمْ أَكْثَرُ النَّاسِ.

“Demikianlah kaum Khawarij: Ketika mereka menjadi kelompok yang menghunuskan pedang dan (mengobarkan) peperangan, maka tampaklah pembangkangan mereka terhadap jamaah ketika mereka memerangi ummat manusia. Adapun hari ini mereka tidak banyak dikenal.”( Ibnu Taimiyyah dalam Al-Nubuwwât, hal. 222).

Tentu saja hal ini mengundang pertanyaan. Jika mereka sebelumnya bersembunyi, bagaimana mereka sekarang? Ibnu Taimiyyah menjawab,

هَاتَانِ الْبِدْعَتَانِ ظَهَرَتَا لَمَّا قُتِلَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِيْ الْفِتْنَةِ؛ فِيْ خِلاَفَةِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ؛وَ ظَهَرَتِ الْخَوَارِجُ بِمُفَارَقَةِ أَهْلِ الْجَمَاعَةِ،وَ اسْتِحْلاَلِ دِمَائِهِمْ وَ أَمْوَالِهِمْ؛ حَتَّى قَاتَلَهُمْ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبْي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مُتَّبِعًا فِيْ ذَلِكَ لِأَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ. قَالَ الإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: صَحَّ الْحَدِيْثُ فِيْ الْخَوَارِجِ مِنْ عَشَرَةِ أَوْجُهٍ. وَ هَذِهِ قَدْ رَوَاهَا صَاحِبُهُ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ فِي صَحِيْحِهِ، وَ رَوَی الْبُخَارِيُّ قِطْعَةً مِنْهَا. وَ اتَّفَقَتِ الصَّحَابَةُ عَلَى قِتَالِ الْخَوَارِجِ حتَّى أَنَّ ابْنَ عُمَرَ.... قَالَ عِنْدَ الْمَوْتِ: مَا آسِيْ عَلَى شَيْءٍ إِلاَّ عَلَى أَنِّيْ لَمْ أُقَاتِلِ الطَّائِفَةَ الْبَاغِيَةَ مَعَ عَلِيٍّ، يُرِيْدُ بِذَلِكَ قِتَالَ الْخَوَارِجِ.... وَ إِنَّمَا أَرَادَ الْمَارِقَةَ الَّتِيْ قَالَ فِيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عَلَى حِيْنِ فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ، يَقْتُلُهُمْ أَدْنَى الطَّائِفَتَيْنِ إِلَى الْحَقِّ. وَ هَذَا حَدَّثَ بِهِ أَبُوْ سَعِيْدٍ. فَلَمَّا بَلَغَ ابْنَ عُمَرَ قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِيْ الْخَوَارِجِ، وَ أَمْرُهُ بِقِتَالِهِمْ، تَحَسَّرَ عَلَى تَرْكِ قِتَالِهِمْ.

“Ini adalah dua bid’ah yang muncul ketika Utsman terbunuh pada peristiwa fitnah dan pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Muncullah kaum Khawarij yang menyatakan diri berpisah dari jamaah dan menghalalkan darah serta harta mereka (kaum muslimin). Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib memerangi mereka (karena) mengikuti perintah Nabi r Imam Ahmad bin Hanbal berkata, ”Hadits mengenai Khawarij itu berderajat shahih dari bebagai sanad.” Sanad-sanad itu telah diriwayatkan oleh Imam Muslim bin al-Hajjaj dalam kitab Shahihnya dan diriwayatkan pula cuplikannya oleh Imam al-Bukhari. Para sahabat telah sepakat untuk memerangi Khawarij…hingga sesungguhnya saat Ibnu Umar mendekati ajalnya beliau berkata, ”Aku tidak menyesali sesuatu pun, kecuali karena aku tidak ikut serta bersama Ali memerangi kelompok pemberontak.” Maksudnya adalah kaum Khawarij…adapun yang beliau maksudkan dengan al-mâriqah (kelompok sesat) yang disabdakan oleh Nabi r, ”Akan muncul kelompok sesat saat terjadi perpecahan di antara manusia. Mereka diperangi oleh kedua kelompok yang mendekati kebenaran.” Hadits ini diceritakan oleh Abu Said. Ketika sabda Nabi r mengenai kaum Khawarij dan perintahnya untuk memerangi mereka sampai kepada Ibnu Umar, maka Ibnu Umar menyesali ketidak ikut sertaannya.” (Ibid., hal. 222-223).

Dari keterangan ini jelaslah bahwa mayoritas orang akan keliru melihat Khawârij. Orang-orang akan menganggap mereka sebagai orang-orang shaleh karena tampilan luar dan kekhusyukan ibadah mereka. Bagaimana pun juga, sifat asli Khawârij akan nampak pada saat mereka melancarkan aksinya; mengangkat senjata, dan melukai orang-orang tak berdosa. Khawârij tidak dapat diidentifikasikan dengan nama ‘Khawârij’ yang menjadi label kelompoknya. Akan tetapi mereka dapat diidentifikasikan sebagai Khawârij karena aksi barbarnya.

Kutukan Bagi Mereka yang Mendukung Teroris-Khawârij
Ada beberapa orang yang masih memiliki sikap lunak kepada Teroris-Khawârij. Orang-orang ini tidak memandang Khawârij sebagai penjahat, atau bahkan memberi dukungan fisik, keuangan, atau bahkan moral. Mereka yang mendukung Khawârij disebut Al-Qa’diyyah [yang secara bahasa berarti duduk]. Ibnu Hajar Al-‘Asqalânî berkata,

الْقَعْدِيَّةُ قَوْمٌ مِنَ الْخَوَارِجِ كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ بِقَوْلِهِمْ وَلاَ يَرَوْنَ الْخُرُوْجَ بَلْ يُزَيِّنُوْنَهُ.
“Al-Qa’diyah adalah suatu kaum dari Khawarij yang sependapat dengan mereka (Khawarij). Mereka ini tidak berpendapat untuk membelot (dari Imam), namun mereka menganggapnya legal.” (Ibnu Hajar Al-‘Asqalânî dalam Fath Al-Bârî, 1:432).

Di tempat lain beliau berkata,

اَلْخَوَارِجُ الَّذِيْنَ أَنْكَرُوْا عَلَى عَلِيٍّ التَّحْكِيْمَ وَ تَبَرَّءُوْا مِنْهُ وَ مِنْ عُثْمَانَ وَ ذُرَّيَّتَهُ وَقَاتَلُوْهُمْ، فَإِنْ أَطْلَقُوْا تَكْفِيْرَهُمْ فَهُمُ الْغُلاَةُ مِنْهُمْ،وَ الْقَعْدِيَّةُ الَّذِيْنَ يُزَيِّنُوْنَ الْخُرُوْجَ عَلَى الأَئِمَّةِ وَ لاَ يُبَاشِرُوْنَ ذَلِكَ.
“Khawarij adalah sekelompok orang yang mengingkari Ali dalam kasus tahkîm (arbitrase). Mereka berlepas diri dari Ali dan Utsman beserta keturunannya dan memeranginya. Jika mereka menyatakan kekafiran keduanya (Ali dan Utsman), maka mereka adalah kaum al-ghulât (ekstrimis) di kalangan mereka. Adapun Al-Qa’diyyah adalah sekelompok orang yang melegalkan pembelotan dari imam, tetapi mereka tidak terlibat langsung.” Ibid., 1:459.

Dalam Tahdhzîb Al-Tahdhzîb, beliau menulis,

"الْقَعْدُ" الْخَوَارِجُ كَانُوْا لاَ يَرَوْنَ باِلْحَرْبِ، بَلْ يُنْكِرُوْنَ عَلَى أُمَرَاءِ الْجَوْرِ حَسْبَ الطَّاقَةِ، وَ يَدْعُوْنَ إِلَى رَأْيِهِمْ، وَ يُزَيِّنُوْنَ مَعَ ذَلِكَ الْخُرُوْجَ، وَ يُحْسِنُوْنَهُ.
“Al-Qa’du adalah kelompok Khawarij yang mereka tidak menyetujui peperangan, tetapi mereka membangkang terhadap pemerintah yang lalim sebisa mungkin serta mempropagandakannya. Juga melegalkan dan menyetujui pembelotan dari imam.” (Ibnu Hajar Al-‘Asqalânî dalam Tahdhzîb Al-Tahdhzîb, 8:114).

Secara umum, al-Qa’diyyah tidak menampakkan pandangannya. Mereka bekerja di balik layar serta memberikan dukungan kepada para pemberontak. Mereka menabur benih-benih konflik, kekacauan, dan perpecahan di hati manusia, dan menjadi sangat berbahaya jika dilakukan oleh orang yang secara fasih mencampur adukkan propagandanya dengan Al-Sunnah.

Masalah Hukum Penting: Menganggap Teroris Hari Ini Sebagai Khawarij, Berdasarkan Al-Qur`ân dan Al-Sunnah, Bukan Ijtihâdiyyah

Penilaian bahwa teroris hari ini adalah Khawârij bukan merupakan ijtihâdiyyah; bahkan diputuskan berdasarkan Al-Qur`ân dan Al-Sunnah yang kuat (qath’iyyah). Khawârij bukan hanya sekte lama yang memberontak melawan ‘Alî t Tentu saja, Khawârij yang telah disebutkan itu adalah para pendahulunya, dan -seperti yang telah saya tegaskan- fitnah Khawârij akan selalu muncul sampai Al-Dajjâl muncul.

Menurut Syarîk bin Syihâb t bahwa Rasûlullâh r bersabda,

لاَ يَزَالُوْنَ يَخْرُجُوْنَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ مَعَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، فَإِذَا لَقِيتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيقَةِ.
“Mereka akan senantiasa eksis sampai muncul generasi terakhir mereka bersama Al-Masih Al-Dajjal. Apabila kalian berjumpa dengan mereka, maka bunuhlah, karena mereka adalah sejahat-jahat makhluk.” (HR. Al-Nasâ’î dalam Al-Sunan: Kitab Tahrîm Al-Dam, Bab: Tentang Orang yang Menghunuskan Pedang dan Memamerkannya pada Orang-orang, 7:119 hadits ke 4103; Al-Nasâ’î dalam Al-Sunan Al-Kubrâ, 2:312 hadits ke 3566; Al-Bazzâr dalam Al-Musnad, 9:294 hadits ke 3846; dan Al-Thayâlîsî dalam Al-Musnad, 1:124 hadits ke 923).

Dengan makna yang sama, Imâm Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Abî Al-Syaibah meriwayatkan,

لاَ يَزَالُوْنَ يَخْرُجُوْنَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ، قَالَهَا ثَلاَثًا. شَرُّ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيقَةِ. قَالَهَا ثَلاَثًا.
“Mereka akan senantiasa eksis sampai muncul generasi terakhir mereka. Apabila kalian berjumpa dengan mereka, maka bunuhlah. Nabi mengucapkannya tiga kali. Sejahat-jahatnya makhluk. Nabi mengatakannya tiga kali pula.” (HR. Ahmad bin Hanbal dalam Al-Musnad, 4:421 hadits ke 19798; Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 7:559 hadits ke 37917; dan Al-Ruyânî dalam Al-Musnad, 2:26 hadits ke 766).

Begitu pula Imâm Al-Hâkim dalam Al-Mustadrak-nya meriwayatkan hadits serupa,

لاَ يَزَالُوْنَ يَخْرُجُوْنَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ. قَالَهَا حَمَّادٌ ثَلاَثًا. هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيْقَةِ. قَالَهَا حَمَّادٌ ثَلاَثًا. وَ قَالَ: قَالَ أَيْضًا - لاَ يَرْجِعُوْنَ فِيْهِ.
”Mereka akan senantiasa eksis sampai muncul generasi terakhir mereka. Apabila kalian berjumpa dengan mereka, maka bunuhlah. Hammad menceritakan bahwa Nabi mengatakannya tiga kali. Mereka adalah sejahat-jahatnya makhluk. Hammad menceritakan bahwa Nabi mengatakannya tiga kali. Nabi juga mengatakan bahwa mereka tidak akan keluar dari doktrin tersebut.” (HR. Al-Hâkim dalam Al-Mustadrak, 2:160 hadits ke 2647; dan Al-Haitsamî dalam Majma’ Al-Zawâ’id, 6:229).

Menurut hadits-hadits tersebut, Rasûlullâh r telah menjelaskan bahwa pemberontak ini akan terus muncul membentuk kelompok di negara-negara muslim dan lingkungan sosialnya. Kata lâ yazâlûna yukhrijûna [terus-menerus muncul] mengindikasikan bahwa semua kelompok dengan ciri-ciri ini adalah Khawârij. Mereka akan terus muncul sampai kelompok terakhir mereka yang bergabung dengan Al-Dajjâl sesaat sebelum Kiamat.

Kesimpulan
Diskusi panjang lebar ini menjelaskan kepada kita bahwa simbol, ciri-ciri, dan wajah Khawârij terbukti nampak pada bayang-bayang yang diwujudkan para teroris hari ini. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban agama dan negara untuk mengungkap siapa mereka dan bagaimana aktivitas mereka di dalam usaha mereka menghancurkan suasana damai dan hidup berdampingan.

Meski mereka menutupi diri mereka dengan topeng agama, kita tidak boleh dibodohi oleh kebusukan dan kebejatan yang mereka tunjukkan, siapa mereka sebenarnya. Mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam, apapun jebakan agama yang mereka gunakan. Mereka telah keluar dari bingkai Islam dan melampauinya (yamruqûna) seperti melesatnya anak panah dalam dunia perburuan; kejahatan mereka tidak bisa diasosiasikan dengan Islam atau orang Islam.

Para ulama salaf dan khalaf, keduanya memiliki kesepakatan yang sangat jelas -bahwa teroris- Khawârij tidak memiliki kaitan apapun dengan Islam-. Ajaran Sunnah Rasûlullâh menganggap mereka sebagai pemberontak, sehingga negara berhak untuk memusnahkan mereka. Harus ditegaskan kembali kata-kata penting ini: bahwa tugas membasmi kanker Terorisme-Khawârij adalah tugas negara. Main hakim sendiri tidak dibenarkan dalam Hukum Islam. Tidak ada seorang pun, entah pribadi atau organisasi masyarakat yang diidzinkan untuk mengangkat senjata melawan terorisme dengan niat membasmi mereka dan mengembalikan suasana damai dalam ranah sosial. Upaya semacam itu niscaya akan mengakibatkan kerusakan hebat daripada mendatangkan perdamaian.

Rasûlullâh  telah meramalkan akan terus-menerusnya bermunculan Khawârij di setiap masa dalam bentuk kelompok militan yang terorganisir yang membahayakan ummat Islam. Karena ciri-ciri inilah, Khawârij dapat dikenali dengan baik. Ummat Islam tidak boleh terkecoh oleh tampilan religius, slogan, klaim sombong mereka tentang syari’ah. Dan secara simultan, Rasûlullâh telah menegaskan bahwa pemerintah harus mengambil tindakan untuk membasmi mereka, dengan tujuan untuk menciptakan rasa damai di masyarakat dari teror, pembunuhan, dan fitnah mereka. Itulah alasan kenapa ‘Ali bin Abî Thâlib  dan para sahabat yang bergabung di pasukannya membasmi teroris hingga ke akar-akarnya di tingkat pemerintah hingga menjadi landasan Sunnah bagi generasi selanjutnya.