MA'HAD ISLAM TERPADU AL- KHAIRIYYAH, SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN.....................DENGAN MOTTO: BERILMU AMALIYAH - BERAMAL ILMIYAH - MENJAGA UKHUWWAH ...........................YAYASAN MIT ALKHAIRIYYAH KARAWANG MENERIMA SEGALA BENTUK DONASI YANG HALAL DAN TIDAK MENGIKAT; MELALUI BANK JABAR . No. Rekening : 0014732411100 atas nama : Pondok Pesantren Al-Khairiyyah Karawang...........................Facebook: khaeruddin khasbullah.....

SEPUTAR AL-KHAIRIYYAH (facebook:: https://www.facebook.com/khaeruddin.khasbullah)

Jumat, 26 Desember 2014

SANAD KEGURUAN AL- QUR'AN


  HUKUM IJAZAH (sijil) SANAD/ SYAHADAH MENGAJAR AL QURAN

Assalamu alaikum wr.wb.

Salam Ta'dzim

Perkenalkan saya Badrus Siroj, saya ingin bertanya mengenai pengajaran Al-Qur'an. Pertanyaan ini bermula dari keadaan teman saya di desa yang bingung ingin mengajarkan Al-Qur'an. Ceritanya bermula saat dia pulang dari Pondok Pesantren dengan kondisi belum pernah mengaji/menghatamkan Al-Qur'an pada kyainya. Dia pernah mendengar orang yang belum pernah mengaji Al Qur-an pada seorang guru sampai khatam berarti orang tersebut tidak dapat sanad dan tidak boleh mengajarkan Al-Qur'an pada orang lain.

Dengan keyakinan itu, meskipun teman saya memiliki tajwid yang bagus, dia tidak berani mengajarkan Al-Qur'an pada masyarakat di desanya. Padahal dia ingin sekali mengajar Al-Qur'an karena di desa ia tinggal belum ada yang istiqomah mengajar Al-Qur'an.

Pertanyaan saya, bagaimana hukumnya orang yang mengajar Al-Qur'an tapi tidak mempunyai sanad atau belum pernah mengaji sampai hatam pada seorang guru Qur'an.

Mohon jawabannya.

Terima kasih.
Salam hormat,
Badrus Siroj



JAWABAN HUKUM IJAZAH (sijil) SANAD DAN SYAHADAH DALAM MENGAJAR AL QURAN



Mendapat ijazah atau sanad dari seorang guru atau kyai untuk belajar, menghafal atau mengajar Al-Quran pada orang lain itu tidak menjadi syarat. Yang terpenting orang tersebut bisa membaca Al-Quran dengan baik dan memiliki kemampuan ilmu tajwid yang benar. Bahkan, seandainya ada orang yang mampu belajar sendiri membaca Quran dengan baik dan benar maka dia boleh juga mengajar Al-Quran pada orang lain. Yang menjadi prinsip dalam mengajar Al-Quran adalah kemampuan orang tersebut dalam membaca sesuai dengan tajwidnya.


Hal ini berdasarkan pada pendapat As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Quran I/330 sebagai berikut:

فائدة ثانية: الإجازة من الشيخ غير شرط في جواز التصدي للإقراء والإفادة، فمن علم من نفسه الأهلية جاز له ذلك وإن لم يجزه أحد، وعلى ذلك السلف الأولون والصدر الصالح، وكذلك في كل علم وفي الإقراء والإفتاء .. وإنما اصطلح الناس على الإجازة لأن أهلية الشخص لا يعلمها غالبا من يريد الأخذ عنه من المبتدئين ونحوهم لقصور مقامهم عن ذلك، والبحث عن الأهلية قبل الأخذ شرط، فجعلت الإجازة كالشهادة من الشيخ للمجاز بالأهلية

Artinya: Ijazah dari seorang guru bukanlah sebuah syarat bolehnya mengajar dan membacakan kitab. Selama seseorang punya keyakinan bahwa dia sudah ahli maka boleh baginya untuk membacakan dan berfatwa walaupun dia tidak mendapat ijazah dari siapapun. Pendapat ini dianut kalangan salaf klasik (al-awwalun). Begitu juga dalam setiap ilmu. Bahwasanya ada orang yang menganggap perlu adanya ijazah itu karena keahlian sesorang umumnya tidak dapat dicapai tanpa guru. Sedangkan keahlian itu menjadi syarat untuk mengajar. Maka ijazah itu ibarat sertifikat dari guru pada murid (yang diijazahi/al-mujaz) atas tercapainya suatu keahlian.

Intinya, ijazah menurut Imam Suyuthi bukanlah syarat alias tidak wajib. Yang menjadi syarat adalah keahlian.
Masalahnya adalah: banyak orang yang merasa ahli dan merasa bacaannya sendiri sudah benar, namun ketika diukur dengan standar Ilmu Al- Qur'an yang ada, ternyata jauh dari ketentuan. Sebagai contoh: Seperti yang terjadi berulang kali ditemukan dalam pengalaman penulis, adanya para pengajar yang mengajarkan kalimat Al- Qur'an: كهيعص  diawal Surat Maryam dengan di baca KAHAYA'ASHO, yang sudah terang salahnya. 

IJAZAH DAN SYAHADAH

Untuk menghindari adanya orang - orang yang salah bacaannya namun telah berani mengajar Al- Qur'an, diperlukan kesaksian oleh seseorang yang diakui punya keahlian membaca Al- Qur'an. Kesaksian inilah disebut SYAHADAH. Karena Al- Qur'an adalah firman Alloh, kita tidak boleh mewariskan bacaan yang salah, karena jika demikian akan terjadi mata rantai kesalahan sepanjang masa.

Jadi: Ijazah SANAD, adalah mata rantai keguruan dari seseorang yang langsung mengajar sampai kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Sedang Syahadah adalah: Kesaksian seseorang guru (yang bersanad) tentang kebenaran bacaan seseorang (sehingga dia boleh mengajar berdasar pernyataan Imam Suyuthi diatas).

PEMBERI IJAZAH/ SYAHADAH QURAN TIDAK BOLEH MEMINTA HONOR

Dalam kitab yang sama As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Quran I/330 menyatakan:

فائدة ثالثة : ما اعتاده كثير من مشايخ القراء - من امتناعهم من الإجازة إلا بأخذ مال في مقابلها - لا يجوز إجماعا ، بل إن علم أهليته وجب عليه الإجازة ، أو عدمها حرم عليه ، وليست الإجازة مما يقابل بالمال ، فلا يجوز أخذه عنها ، ولا الأجرة عليها .

وفي فتاوى الصدر موهوب الجزري من أصحابنا : أنه سئل عن شيخ طلب من الطالب شيئا على إجازته ، فهل للطالب رفعه إلى الحاكم وإجباره على الإجازة ؟ .

فأجاب : لا تجب الإجازة على الشيخ ، ولا يجوز أخذ الأجرة عليها .

وسئل أيضا : عن رجل أجازه الشيخ بالإقراء ، ثم بان أنه لا دين له ، وخاف الشيخ من تفريطه ، فهل له النزول عن الإجازة ؟ فأجاب : لا تبطل الإجازة بكونه غير دين .

Artinya: Apa yang sudah menjadi tradisi dan sering terjadi pada sebagian guru Al-Quran di mana mereka tidak mau memberi ijazah kecuali setelah murid membayar maka hal itu tidak boleh secara ijma'. Bahkan, kalau seorang guru tahu keahlian murid, maka wajib bagi guru untuk memberikan ijazah/ syahadah agar Al- Qur'an tersebar keseluruh penjuru alam.. (Sebaliknya) jika murid tidak ahli, maka haram seorang guru memberi ijazah. Ijazah tidak sebanding dengan harta karena itu tidak boleh menjual ijazah atau meminta ongkos.

Di dalam fatwanya, Al-Jazari disebutkan bahwa ia pernah ditanya tentang guru Quran yang meminta sesuai dari murid atas ijazahnya, maka apakah murid boleh melaporkannya ke hakim dan memaksanya memberi ijazah? Maka ia menjawab: tidak wajib ijazah pada guru itu dan tidak boleh mengambil ongkos untuk ijazah. 

APAKAH IJAZAH/ SYAHADAH BOLEH DICABUT?
 
Al-Jazari pernah ditanya apakah Guru boleh mencabut ijazahnya apabila melihat muridnya ternyata tidak agamis? Dijawab: ijazah tidak batal hanya dikarenakan si murid tidak agamis.

dengan beberapa penambahan untuk memperkaya wawasan. 

Rabu, 10 Desember 2014

HUKUM MENGGERAK- GERAKKAN JARI TELUNJUK KETIKA TASYAHHUD.

HUKUM MENGGERAK- GERAKKAN JARI TELUNJUK KETIKA TASYAHHUD.



Tanbihun.com-Imam Nawawi dalam Fatawiynya mengatakan bahwa disunnahkan mengangkat jari telunjuk kanan saat tasyahud pada saat lafadz Illalloh sekali saja, dan tidak menggerak-gerakannya, seandainya menggerakkan jari telunjuknya terus menerus maka hukumnya makruh dan tidak bathal sholatnya berdasarkan pendapat yang shahih, sebagian ulama lainnya berpendapat bathal. (Fatawiy Imam Nawawi, 50).
Akan tetapi akhir-akhir ini muncul golongan orang yang merasa paling mengikuti sunnah menganggap bahwa pendapat Imam Nawawiy dan mayoritas Syafi’iyah lainnya adalah salah karena menyelisihi sunnah. Dan pendapat yang paling shahih dan ditunjang oleh hadits-hadits yang valid sebagaimana dikutip oleh Syaikh Al Albaniy adalah yang menggerak-gerakan telunjuk terus menerus sampai salam.
Dalam rangka meluruskan yang bengkok inilah tulisan ringan ini hadir.
Syaikh Al-Albani dalam meyakinkan pembacanya dalam Shifat Sholat Nabiy agar meyakini bahwa menggerak-gerakkan jari telunjuk terus menerus adalah sunnah mengutip hadits dari Wail Bin Hujr yang berbunyi :

ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا

Kemudian beliau mengangkat jari telunjuknya dan aku melihatnya menggerak-gerakkannya ketika berdoa (Shifat Sholat Nabiy, 159).
Hadits ini kualitasnya Shahih hanya saja jika diamalkan begitu saja akan membentur hadist lain yang sanadnya juga Shahih yaitu hadits dari Ibnu Zubair yang berbunyi :

كَانَ يُشِيرُ بِإِصْبُعِهِ إِذَا دَعَا لاَ يُحَرِّكُهَا.

Beliau isyarah dengan jari telunjuknya ketika berdoa tanpa menggerak-gerakannya (HR. Baihaqi, 2897).

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Mu’jam Kabirnya dengan sanad Shahih, seluruh sanadnya Tsiqoh. Adalah aneh bin ajaib jika kemudian Syaikh Al-Albaniy seorang yang mendapat julukan Muhaddits abad ini menilai dhoif hadits ini. Sepanjang penelusuran penulis sanad hadits ini, baik yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqiy maupun yang diriwayatkan oleh Imam Thabraniy semuanya tsiqoh selain Muhammad Bin Ajlan dia dinyatakan shaduq hasanul hadits, namun Imam Ahmad mentsiqohkannya, maka dengan demikian prasangka Syaikh Al-Albaniy yang mengatakn bahwa hadits ini dhoif dari segi sanad harus gugur secara ilmiah, karena kualitas hadits ini adalah shahih tanpa ada keraguan.
Kedua hadits di atas secara kasat mata terjadi ta’arrudh atau pertentangan satu sama lain. Maka berdasarkan ushulul hadits langkah pertama yang harus ditempuh jika ada dua hadits shahih saling bertentangan adalah menggunakan metode jam’u (kompromi). Dan Imam Baihaqiy kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam mengkompromikan dua hadits ini agar bisa diamalkan keduanya beliau berkata :

فَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِالْتَحْرِيكِ الإِشَارَةَ بِهَا لاَ تَكْرِيرَ تَحْرِيكِهَا ، فَيَكُونُ مُوَافِقًا لِرِوَايَةِ ابْنِ الزُّبَيْرِ

Maka dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan menggerakkan(pada hadits Wail Bin Hajjar) adalah isyarah dengan jari telunjuknya bukan menggerakkan berulang-ulang, maka jadilah hadits wail ini cocok dengan hadits riwayat Ibnu Zubair (yang mengatakan tidak menggerak-gerakkan)..(Sunan Kubro, 2899).

Akan tetapi oleh Al-Albaniy metode ini tidak diterapkan, beliau langsung menggunakan kaidah Al Mutsbit Muqoddamun ‘ala nafiy (dalil yang menetapkan didahulukan atas dalil yang menafikan), dengan alasan inilah maka beliau menolak hadits Ibnu Zubair dan lebih mendahulukan hadits Wail. Langkah yang ditempuh Al-Albaniy ini menyalahi ilmu ushul. Sebab dalam ushulul dikatakan :

المثبت مقدم علي النافي إذا لم يمكن الجمع بينهما

Dalil yang menetapkan didahulukan atas dalil yang menafikan ketika susah untuk mengkompromikan keduanya. Dan terbukti Imam Baihaqiy dan Imam Nawawi bisa mengkompromikan dua hadits tersebut, yaitu ketika tasyahud cukup menggerakkan telunjuk sekali saja yaitu saat membaca kalimah tauhid.

Perlu diketahui bahwa yang meriwayatkan hadits Wail bin Hujr ada sekitar 12 orang dari guru mereka Ashim bin Kulaib. Dan, hanya 1 orang yang menggunakan kata “yuharrikuha” yaitu riwayat Zaidah bin Qudamah, sementara 11 orang lainnya tidak ada kata itu. Dengan demikian hadits dari Zaidah bin Qudamah dianggap lemah karena menyelisihi 11 riwayat lainnya padahal sumbernya sama.
Maka berdasarkan analisa ini, pendapat yang paling kuat memang menggerakkan sekali sebagai isyarat, bukan dengan menggerak-gerakkan. WALLOOHU A'LAM

Selasa, 02 Desember 2014

Dialog Imajiner ANTARA SANG BAYI DENGAN KHOLIQNYA

Dialog Imajiner
ANTARA SANG BAYI DENGAN KHOLIQNYA
Oleh: H. Khaeruddin Khasbullah



Syahdan, ditaman-taman sorga yang indah, berkumpullah para bayi dari segala warna kulit, tak terhitung jumlahnya. Para Wildan itu bermain, berlari, bernyanyi, bergembira. Celoteh mereka riuh rendah bak suara kumbang. Diiringi dengan siulan burung sorgawi dan kupu- kupu yang jinak- jinak merpati. Sungguh hidup mereka bahagia, penuh canda, penuh tawa, dibawah lindungan dan asuhan para bidadari dan para malaikat yang suci- suci. Tak ada rasa sedih, gelisah atau resah. Tak ada tangisan atau rengekan. Sungai- sungai madu dan bengawan- bengawan susu adalah lebih dari cukup untuk menu mereka sehari- hari dan penuh gizi dibawah ridho ilahi.
Tiba- tiba ditengah keriuhan canda mereka terdengar panggilan Sang Kholiq:
“Wildan, kemari nak!”
“Labbaik Ya Rob!”
“Begini nak, Aku sudah menetapkan bahwa dikau harus segera turun kebumi..”
Betapa kaget dan terperanjatnya wajah si Wildan, mendengar bahwa ia terpilih agar segera turun kebumi. Yang pernah ia dengar, bumi itu tidak seindah dan seaman sorga. Kadang ada senang disana. Namun terlebih banyak lagi sedih dan gundah. Belum lagi persaingan, korupsi dan pertumpahan darah. Ah, sebaiknya ia usul agar agar jangan dia yang terpilih, biarlah para wildan yang lain………..
“Ya Rob, kenapa harus saya. Saya masih senang hidup tenteram disini. Setiap saat aku dapat bercengkerama dengan para teman- teman, para bidadari dan para malaikat. Dan yang lebih membahagiakanku disini adalah bahwa aku bisa selalu memandang Mu dan bersama Mu setiap saat”.
“ Ya nak, nanti disana kamu juga akan banyak teman, walaupun kadang juga lawan, disana kamu bisa hidup bahagia, walau hanya sementara, dan kadang diliputi nestapa yang tak habis- habisnya. Itu semua adalah ladang agar dapat memperoleh kehidupan nikmat abadi, bagi siapa yang mampu menghadapi semua ini dengan menggunakan cahaya ilahi”.
“Ya Rob, aku dengar didunia banyak bahaya dan banyak orang- orang jahat, siapa yang akan melindungiku, siapa yang akan mengajariku bertahan terhadap segala masalah dunia yang hingar bingar itu?”
“Begini nak. Nanti aku siapkan pengasuh yang berhati sehalus dan selembut sutera, dia akan menyayangimu dengan kasih bidadari dan berbudi malaikat. Dia akan mencintaimu setiap saat dan setiap waktu, dia akan selalu mengawasimu dan melindungimu dari segala marabahaya tanpa pamrih”.
“Ya Rob, kalau boleh tahu, apakah makhluk yang Kau siapkan itu memiliki sebuah nama?”
“Ya, panggil saja dia dengan sebutan MAMA, dia akan dibantu dengan seorang yang juga akan mengasuhmu dengan kasih, walau tak sebanding dengan kasih mama, namanya PAPA. Mudah bukan?”
“Lalu, bagaimana seandainya aku suatu saat rindu pada Mu? Apa yang harus aku lakukan, ?”
“Jangan khawatir, MAMA dan PAPA mu akan mengajarimu bagaimana caranya jika engkau nanti rindu dan ingin berjumpa dengan KU dengan melakukan ibadah dan dzikir- dzikir tertentu”.
“ Ya Rob, aku memohon agar jika seandainya Engkau tetap memutuskan aku harus mengunjungi dunia kedunia, aku ingin tak selamanya, bahkan kalau bisa sebentar saja, agar aku bisa melihat wajah Mu kembali”.
“Wahai Wildan, Aku lebih tahu tentang keputusanKu. Bila aku ingin, aku segera tarik kau kembali kesisiku, namun bila aku menghendaki, kau kutetapkan sampai sementara waktu lamanya, sepuluh, duapuluh atau bahkan duaratus tahun, atau berapapun yang aku kehendaki. Itu semua berada didalam ilmu azali Ku, dan tak ada siapapun yang dapat merobahnya kalau itu sudah aku tetapkan walau hanya sedetik”.
“Ya Rob, kalau memang itu kehendakmu, maka aku ridho dan pasrah atas segala keputusan Mu”.
Maka, karena semuanya sudah diatur Sang Kholiqnya, Wildan pun meluncur ke dunia fana, mengeram beberapa saat diperut calon pengasuhnya setelah terjadinya proses manusiawi antara ayah dan ibu. Sembilan bulan lamanya ia berada diperut seseorang yang akan ditugaskan sebagai pengasuhnya. Dan pada saat waktunya telah tiba ia pun terlahir kedunia dengan tangisnya yang keras, sebuah tangis protes setelah melihat dunia tidak seindah sorga. Dia menangis seakan memohon agar diperkenankan segera kembali menghadap Rob nya daripada berlama- lama hidup didunia yang keras dan penuh tipu mara bahaya.
Waktupun berjalan. Mama dan Papa menyayanginya sepenuh jiwa. Ini semua karena sebentuk kasih dan rahmah telah ditanamkan Allah kedalam hati kedua orang yang diberi amanat tersebut. Sang Wildan diasuh mereka dengan baik, dirawat dengan penuh sukacita dan tak dianggap sebagai beban bagi mereka berdua walaupun terkadang mereka berdua harus bergadang diwaktu malam, pada saat seharusnya mereka dapat beristirahat.
Dan Allah mempunyai rencana lain. Ia ingin agar Wildan segera kembali ke sisi Nya. Allah juga melihat dedikasi kedua pemegang amanat itu yang sedemikian besar, Allah ingin segera membalasnya dengan janji sorgawi, yakni nanti akan bergabung kembali dengan Wildan yang pernah diasuh mereka tatkala didunia fana. Agar Wildan menjadi tabungan amal bagi kedua pemegang amanat itu, agar Wildan dapat memberi syafaat dan penolong serta penarik mereka memasuki pintu sorga.
Wildan pun pada saat yang telah ditentukan dipanggil pulang oleh Sang Kholiq. Dunia pun berduka, pengasuhnya seakan tak percaya bahwa ia telah tiada. Semua menangis sedih dan berurai air mata duka. Sedangkan Sang Wildan tertawa bahagia, karena permohonannya agar ia segera kembali kesorga dikabulkan oleh Sang Maha Perkasa, bergabung kembali dengan para Wildan, Bidadari dan para malaikat pengasuhnya, dan yang lebih membahagiakan lagi adalah…… ia bisa kembali menatap Rob nya.

(Tulisan ini didedikasikan untuk mengantar kepulangan nanda Marsha Nafis An- Nida binti Arif Dzulhikam/ Nana kepangkuan Rob nya pada tanggal 03- 08- 2009, dan dia pasti sekarang sedang bercengkerama bersama bidadari disorga. Innaa lillaahi Wa innaa ilaihi roji’un. Innamaa yuwaffasshoobiruuna Ajrohum bighoiri hisaab. Teriring do’a agar keluarganya tabah menghadapi musibah ini.)

Minggu, 30 November 2014

MENGENANG DETIK- DETIK WAFAT DAN PROSESI PENGUBURAN IBNU TAIMIYYAH

MENGENANG DETIK- DETIK WAFAT DAN PROSESI PENGUBURAN IBNU TAIMIYYAH, SALAH SEORANG ULAMA YANG CUKUP BERPENGARUH DALAM MEWARNAI KHAZANAH PEMIKIRAN DUNIA ISLAM.


Kita boleh berbeda pendapat tentang beliau yang fatwanya sering menghebohkan, tapi penulis hanya sekedar ingin memberikan gambaran tentang saat- saat penguburan beliau yang tercatat sebagai salah satu penguburan yang luar biasa. Orang bijak menyatakan, bahwa kebesaran seseorang dapat diukur pada saat wafat dan disaat penguburan orang tersebut. Sengaja kami petikkan laporan pandangan mata dari Syekh Ibnu Katsier, penulis Tafsir Ibnu Katsier yang terkenal itu dan juga salah satu murid Ibnu Taimiyyah dan dikuburkan nanti setelah wafatnya disisi kuburan gurunya. Syekh Ibnu Katsier menuangkan laporan pandangan mata saat wafat dan penguburan Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya yang terkenal: Al- Bidayah Wan Nihayah pada halaman 296- 298. Karena laporan pandangan mata itu sangat panjang, maka oleh penulis sengaja diringkaskan. Tulisan aslinya dalam kitab tersebut sengaja di sertakan dibawah tulisan ini untuk dapat ditela'ah oleh para ahli, demikian:
…...................................
Syekh Ibnu Taimiyyah ((lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H – wafat: 1328/20 Dzul-Qo'dah 728 H), wafat pada malam Senin sesuai tanggal tersebut diatas dalam usia 67 tahun.
Ibnu Taimiyah wafat di dalam penjara Qal`ah Damsyiq (Suriah sekarang), disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar dan sampai pada ayat yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin" (ayat 54). Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Setelah wafatnya, jama'ah simpatisan beliau yang datang, duduk disisi beliau dan mereka membaca Al- Qur'an sebelum beliau dikuburkan. Banyak orang ber- tabarruk dengan melihat wajah beliau dan menciuminya dan ber- tabarruk pula dengan bekas air mandi janazahnya. Mereka juga berebut air bidara sisa dari memandikan janazah itu. Jenazahnya kemudian dishalatkan di masjid Jami` Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk. Yang pertama mensholatkan adalah Syaikh Muhammad bin Tamam. Kemudian janazahnya dikuburkan pada waktu Ashar atau sesaat setelah Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. 
 
Pada saat itu, tidak ada seorangpun yang tak hadir melayat kecuali ada yang berhalangan, para wanita yang berjumlah kira-kira 15.000 orang juga datang melayat, diiringi suara isakan tangis dan doa yang terdengar di atas rumah-rumah sepanjang jalan menuju makam, sementara lelaki yang hadir diperkirakan 60.000 bahkan sampai 200.000 pelayat menurut kesaksian Ibnu Katsir. Dibeberapa tempat dan negara dikhatamkan berkali kali khtaman bacaan Al- Qur'an, dan berdatangan orang ke kuburannya baik siang maupun malam.

­
KHD, Purwasari, Karawang, 17- Nopember-2014

البداية والنهاية
للشيخ ابن كثير

ذكر وفاة الشيخ تقي الدين ابن تيمية


قال الشيخ علم الدين البرزالي في " تاريخه " : وفي ليلة الاثنين العشرين من [ ص: 296 ] ذي القعدة توفي الشيخ الإمام العلامة الفقيه الحافظ القدوة ، شيخ الإسلام تقي الدين أبو العباس أحمد بن شيخنا الإمام العلامة المفتي شهاب الدين أبي المحاسن عبد الحليم بن الشيخ الإمام شيخ الإسلام مجد الدين أبي البركات عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم ، ابن تيمية الحراني ثم الدمشقي ، بقلعة دمشق بالقاعة التي كان محبوسا فيها ، وحضر جمع كثير إلى الغاية إلى القلعة ، فأذن لهم في الدخول عليه ، وجلس جماعة عنده قبل الغسل ، وقرءوا القرآن ، وتبركوا برؤيته وتقبيله ، ثم انصرفوا ، وحضر جماعة من النساء ففعلوا مثل ذلك ثم انصرفوا ، واقتصر على من يغسله ، فلما فرغ من ذلك أخرج وقد اجتمع الناس بالقلعة والطريق إلى الجامع ، وامتلأ الجامع وصحنه ، والكلاسة ، وباب البريد ، وباب الساعات ، إلى اللبادين والفوارة ، وحضرت الجنازة في الساعة الرابعة من النهار أو نحو ذلك ، ووضعت في الجامع والجند يحفظونها من الناس من شدة الزحام ، وصلي عليه أولا بالقلعة ، تقدم في الصلاة عليه الشيخ محمد بن تمام ، ثم صلي عليه بجامع دمشق عقيب صلاة الظهر ، وحمل من باب البريد ، واشتد الزحام ، وألقى الناس على نعشه مناديلهم وعمائمهم للتبرك ، وصار النعش على الرءوس ، تارة يتقدم وتارة يتأخر ، وخرج الناس من الجامع من أبوابه كلها من شدة الزحام ، وكان المعظم من الأبواب الأربعة باب الفرج الذي أخرجت منه الجنازة ، وباب الفراديس ، وباب النصر ، وباب الجابية ، وعظم الأمر بسوق الخيل ، وتقدم للصلاة عليه هناك أخوه زين الدين عبد الرحمن ، وحمل إلى مقبرة الصوفية ، فدفن إلى جانب أخيه شرف الدين عبد الله ، رحمهما الله ، [ ص: 297 ] وكان دفنه وقت العصر أو قبلها بيسير ، وغلق الناس حوانيتهم ، ولم يتخلف عن الحضور إلا القليل من الناس أو من عجز لأجل الزحام ، وحضرها نساء كثير بحيث حزرن بخمسة عشر ألفا ، وأما الرجال فحزروا بستين ألفا وأكثر إلى مائتي ألف ، وشرب جماعة الماء الذي فضل من غسله ، واقتسم جماعة بقية السدر الذي غسل به ، وقيل : إن الطاقية التي كانت على رأسه دفع فيها خمسمائة درهم ، وقيل : إن الخيط الذي كان فيه الزئبق الذي كان في عنقه بسبب القمل ، دفع فيه مائة وخمسون درهما ، وحصل في الجنازة ضجيج وبكاء وتضرع ، وختمت له ختمات كثيرة بالصالحية والبلد ، وتردد الناس إلى قبره أياما كثيرة ليلا ونهارا ، ورئيت له منامات كثيرة صالحة ، ورثاه جماعة بقصائد جمة .

وكان مولده يوم الاثنين عاشر ربيع الأول بحران سنة إحدى وستين وستمائة ، وقدم مع والده وأهله إلى دمشق وهو صغير ، فسمع الحديث من ابن عبد الدائم ، وابن أبي اليسر ، وابن عبد ، والشيخ شمس الدين الحنبلي ، والقاضي شمس الدين بن عطاء الحنفي ، والشيخ جمال الدين بن الصيرفي ، ومجد الدين بن عساكر ، والشيخ جمال الدين البغدادي ، والنجيب بن المقداد ، وابن أبي الخير ، وابن علان ، وابن أبي بكر الهروي ، والكمال عبد الرحيم ، [ ص: 298 ] والفخر علي ، وابن شيبان ، والشرف بن القواس ، وزينب بنت مكي ، وخلق كثير ، وقرأ بنفسه الكثير ، وطلب الحديث ، وكتب الطباق والأثبات ، ولازم السماع بنفسه مدة سنين ، ثم اشتغل بالعلوم ، وكان ذكيا كثير المحفوظ ، فصار إماما في التفسير وما يتعلق به ، عارفا بالفقه واختلاف العلماء ، والأصلين والنحو واللغة ، وغير ذلك من العلوم النقلية والعقلية ، وما تكلم معه فاضل في فن من الفنون العلمية إلا ظن أن ذلك الفن فنه ، ورآه عارفا به متقنا له ، وأما الحديث فكان حافظا له متنا وإسنادا ، مميزا بين صحيحه وسقيمه ، عارفا برجاله متضلعا من ذلك ، وله تصانيف كثيرة وتعاليق مفيدة في الأصول والفروع ، كمل منها جملة وبيضت وكتبت عنه ، وجملة كبيرة لم يكملها ، وجملة كملها ولكن لم تبيض .

وأثنى عليه وعلى فضائله جماعة من علماء عصره ، مثل القاضي الخويي ، وابن دقيق العيد ، وابن النحاس ، وابن الزملكاني ، وغيرهم .



Senin, 20 Oktober 2014

FAJAR SHIDDIQ DAN WAKTU ISYA'


FAJAR SHIDDIQ DAN WAKTU ISYA'
Oleh: H. Khaeruddin Khasbullah





Waktu Sholat Subuh.

Berdasar hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – غَزَا خَيْبَرَ ، فَصَلَّيْنَا عِنْدَهَا صَلاَةَ الْغَدَاةِ بِغَلَسٍ
“Sesungguhnya Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berperang pada perang Khoibar, maka kami sholat ghodah (fajar) di Khoibar pada saat gholas[HR. Bukhori No. 371, Muslim No. 1365. ]
“Gholas” yang dimaksud adalah: Temaram gelap dengan sedikit semburan cahaya fajar.


Allah berfirman: ”Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS Al-Baqarah [2] : 187). Ayat ini menunjukkan bahwa makan minum (sahur) masih boleh hingga jelas/terang (tabayyun) bahwa fajar sudah datang. (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Al-Shiyam, hlm. 101; Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Al-Shiyam, hlm. 77; Wahbah Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir, 2/153).

Yang dimaksud fajar dalam ayat itu adalah fajar shadiq, bukan fajar kadzib. Dalilnya hadits ‘Aisyah RA, dia berkata,”Janganlah adzan Bilal mencegah dari sahur kamu, karena dia menyerukan adzan pada malam hari. Makan minumlah kamu hingga kamu mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidak menyerukan adzan hingga terbit fajar.” (HR Bukhari, Muslim, Nasa`i, Ahmad, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah).

Hadits ini menjelaskan bahwa Bilal mengumandangkan adzan pada malam hari, atau saat terbit fajar kadzib (kurang lebih jam 3.30 malam), yaitu munculnya cahaya putih yang memanjang ke arah atas/langit. Sedang Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan saat terbit fajar shadiq, yaitu munculnya cahaya putih ke arah kanan dan kiri, bukan hanya ke arah atas saja. (Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, ibid., hlm. 82).

Waktu sholat Isya'

Sedangkan waktu Isya' dimulai setelah hilangnya Syafaq Ahmar (awan merah) sebagai tanda bahwa sinar matahari sudah tak mampu menyinari cakrawala kita karena sudah beberapa derajat dibawah ufuk.
Dalil yang menunjukkan awal waktu shalat ‘Isya’ sebagaimana diterangkan dalam hadits shalat Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersama Jibril,
وَصَلَّى بِىَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ
Lalu beliau melaksanakan shalat ‘Isya’ bersamaku ketika cahaya merah saat matahari tenggelam hilang.
Yang dimaksud syafaq adalah cahaya merah di ufuk barat saat matahari tenggelam. Syafaq ini adalah cahaya merah sebagaimana dipahami dari sisi makna bahasa, bukan cahaya putih (Lihat Al Iqna’, 1: 199).


Fajar dan Isya' secara astronomi

Pada saat dini hari dimana matahari masih 17-19 derajat dibawah ufuk, langit sudah berpendar terang (twilight). Hal ini di sebabkan sinar matahari dipantulkan dan menyinari udara. Kejadian ini disebut Rembang Pagi atau Fajar. Waktu Shubuh dimulai saat Rembang Pagi sampai terbitnya matahari dari ufuk.
Sore hari matahari terbenam di ufuk barat. Sampai matahari terbenam sejauh 17-19 derajat di ufuk barat, langit masih nampak terang dengan warna kemerah-merahan. Kejadian ini disebut Rembang Petang atau Syafaq Ahmar sebagai pertanda mulainya Sholat Maghrib sampai warna cahaya merah hilang dari langit.
Lama Rembang dari titik terbit atau terbenam tidak sama disemua tempat, tergantung dari posisi matahari pada waktu itu. Tempat dimana posisi matahari terbit atau terbenam dengan tegak lurus, lama Rembang adalah 17 derajat, atau sama dengan 17 x 4 menit = 68 menit, atau 1 jam lebih 8 menit  Seperti misalnya terbenam matahari di kota Pontianak pada tanggal 21 Maret.
Di tempat yang lurus atau naiknya matahari miring, lama Rembang akan lebih dari 68 menit. ( 
catatan :1 derajat = 4 menit, satu lingkaran bumi penuh à3600  = 360 x 4 : 60 = 24 jam).



أفق
 










Gb. Perbedaan Lama Rembang




TABLE AWAL MASUK FAJAR SHIDDIQ DAN WAKTU ISYA' MENURUT AHLI – AHLI ILMU FALAK DARI MASA KE MASA
   الجدول التالي ملخصا لأراء الفلكيين أو الموقتين المتقدمين في دخول وقت الفجر والعشاء


العشاء
الفجر
اسم الشخص
سنة هجرية
نمر
18
18
البتاني
313
1
18
18
ابو الحسن الصوفي
376
2
18
18
البيروني
440
3
18
18
ابن الزرقلة
493
4
18
18
نصير الدين الطوسي
672
5
18
18
ابو الحسن بن جعفر بن باص الأسلمي
693
6
18
18
القاضي زادة
840
7
18
18
ابو الربيع سليمان بن احمد الفشتالي
1208
8
18
18
ابو علي الحسن بن عيسى بن المجاصي

9
18
18
ابو زيد عبد الرحمن البوعقلي الشهير بابن المفتي

10
18
18
الشيخ حسن أفندي

11
17
19
إبن الشاطر
777
12
17
19
الشيخ جمال الدين عبد الله بن خليل المرديني
806
13
17
19
الشيخ عبد العزيز بن عبد السلام الوزكاني

14
17
19
الشيخ محمود الجنوبي

15
17
19
الفرضي الحيسوبي الميقاتي ابوالقاسم بن ج محمد الانصاري الصفاقسي

16
17
19
ابو عبد الله سيدي محمد المعطي مرين الرباطي

17
17
19
الشيخ علي بن عبد القادر البنتتي الحنفي

18
16
20
ابو الحسن بن علي بن عمر المراكشي
660
19
19
19
ابو عبد الله محمد الشبيلي المعروف بابن الرقام
685
20
?
15
SYEKH Mamduh ibn Muhammad ibn Ali Farhan al-Buhairi
1387 H
21

Note: 20 menit = 20/4 degree = 5 degree==> 19-5 = 14 degree.