MA'HAD ISLAM TERPADU AL- KHAIRIYYAH, SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN.....................DENGAN MOTTO: BERILMU AMALIYAH - BERAMAL ILMIYAH - MENJAGA UKHUWWAH ...........................YAYASAN MIT ALKHAIRIYYAH KARAWANG MENERIMA SEGALA BENTUK DONASI YANG HALAL DAN TIDAK MENGIKAT; MELALUI BANK JABAR . No. Rekening : 0014732411100 atas nama : Pondok Pesantren Al-Khairiyyah Karawang...........................Facebook: khaeruddin khasbullah.....

SEPUTAR AL-KHAIRIYYAH (facebook:: https://www.facebook.com/khaeruddin.khasbullah)

Minggu, 17 November 2013

MANUSIA YANG PALING DITAKUTI SETAN.

MANUSIA YANG PALING DI TAKUTI SETAN







Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Wahai Ibnul Khattab, demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah setan bertemu dengannmu di suatu jalan melainkan ia akan mengambil jalan yang lain dari jalanmu." (HR. Bukhari, No.3480)




Seperti yang kita ketahui setan tidak akan pernah takut dengan manusia bahkan sebaliknya manusialah yang banyak takut pada setan. Namun ada yang PERLU anda perlu ketahui tenyata ada satu orang yang paling ditakuti setan.  Dia adalah sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Abu Hafsh Umar al-Faruq bin Khattab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Adi bin Ka'ab bin Lu'aiy bin Ghalib al-Qurasy atau yang sering kita kenal dengan nama Umar bin Khattab.




Umar bin Khattab ketika telah masuk Islam merupakan salah seorang sahabat Nabi yang berani menunjukkan secara terang- terangan ajaran Islam di Makkah. Sebelum masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi Muhammad, Umar bin Khattab merupakan orang yang sangat keras dalam menentang islam bahkan ia sering melakukan perbuatan kasar terhadap kaum muslim pada waktu itu. Adiknya sendiri, Fatimah binti Al- Khottob pernah ditampar sampai jatuh dan berdarah ketika Umar mendengar kabar bahwa adik dan iparnya telah masuk Islam. Umar bin Khattab juga pernah berkata tidak akan pernah masuk Islam sampai ada keledainya al-Khattab yang masuk Islam (alias tidak mungkin). 


Namun ALLAH SWT Maha Besar dan berkehendak lain, bisa meluluhkan hati Umar bin Khattab yang keras untuk masuk Agama Islam. Setelah keislaman Umar, kemuliaan dan kekuatan Islam semakin bertambah. Rupanya Allah telah mengabulkan do'a Nabi dan memilihkan Umar untuk kemulian Islam, yakni ketika Nabi berdo'a: " Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”

Nah, dari mana kita tahu bahwa Umar bin Khattab  ditakuti para setan ? Ternyata setan pernah berbicara langsung dengan nabi Muhammad, Setan berkata: "Demi Allah SWT, setiap kali saya bertemu dengan Umar, mesti aku akan lari darinya,". Ini terjadi karena keteguhan dan ke istiqomahan Umar dalam menjalankan dan menjaga syariat Islam, sehingga dia menjadi kekasih Allah dan kekasih para Malaikat Nya. Siapa yang berani melawan kekasih Allah dan  para Malaikat? Bukankah Allah telah berfirman dalam sebuah hadist qudsi: " Barang siapa yang memusuhi para kekasihku, maka aku akan nyatakan perang kepadanya..... (HR. Bukhory/ Arba'in Nawawiyah Hadist ke 38)". 

Juga firman Alloh:


“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni- penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. 41/ Fusshilat: 30)

“Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Tuhan) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 41: 31-32)

Ingin ditakuti Setan?  Ber- Istiqomah lah agar dicintai Alloh dan para Malaikatnya seperti Alloh dan para Malaikatnya mencintai Umar.

(KHD)

Kamis, 07 November 2013

KH.AHMAD DAHLAN (MUHAMMADIYYAH) DAN KH. HASYIM ASY"ARY (NU) TERNYATA TUNGGAL GURU

KH.AHMAD DAHLAN (MUHAMMADIYYAH) DAN KH. HASYIM ASY"ARY (NU) TERNYATA TUNGGAL GURU

Guru Dan Amaliah Kh. Ahmad Dahlan (Muhammadiyyah) Dan Kh. Hasyim Asy’ari (Nu) Adalah Sama Tiada PerbedaanTulisan kali ini hendak mempertegas tulisan kami yang telah lalu berjudul “Sejarah Awal Muhammadiyah yang Terlupakan”, dimana banyak dari kita belum tahu atau sengaja melupakan sejarah awal Muhammadiyyah.
Secara ringkas kami katakan bahwa, KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyyah pada18 November 1912/8 Dzull Hijjah 1330) dengan KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU pada 31 Januari 1926/16 Rajab 1344) adalah satu sumber guru dengan amaliah ubudiyah yang sama. Bahkan keduanya pun sama-sama satu nasab dari Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).
Berikut kami kutip kembali ringkasan “Kitab Fiqih Muhammadiyyah”, penerbit Muhammadiyyah Bagian Taman Poestaka Jogjakarta, jilid III, diterbitkan tahun 1343 H/1925 M, dimana hal ini membuktikan bahwa amaliah kedua ulama besar di atas tidak berbeda:

1.      Niat shalat memakai bacaan lafadz: “Ushalli Fardha…” (lihat halaman 25).
2.      Setelah takbir membaca: “Allahu Akbar Kabiran Walhamdulillahi Katsira…” (Lihat halaman 25).
3.      Membaca surat al-Fatihah memakai bacaan: “Bismillahirrahmanirrahim” (Lihat halaman 26).
4.      Setiap shalat Shubuh membaca doa Qunut (Lihat halaman 27).
5.      Membaca shalawat dengan memakai kata: “Sayyidina”, baik di luar maupun dalam shalat (Lihat halaman 29).
6.  Setelah shalat disunnahkan membaca wiridan: “Istighfar, Allahumma Antassalam, Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x, Allahu Akbar 33x” (Lihat halaman 40-42).
7.      Shalat Tarawih 20 rakaat, tiap 2 rakaat 1 salam (Lihat halaman 49-50).
8.      Tentang shalat & khutbah Jum’at juga sama dengan amaliah NU (Lihat halaman 57-60).
KH. Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji ke tanah suci bernama Muhammad Darwis. Seusai menunaikan ibadah haji, nama beliau diganti dengan Ahmad Dahlan oleh salah satu gurunya, as-Sayyid Abubakar Syatha ad-Dimyathi, ulama besar yang bermadzhab Syafi’i.
Jauh sebelum menunaikan ibadah haji, dan belajar mendalami ilmu agama, KH. Ahmad Dahlan telah belajar agama kepada asy-Syaikh KH. Shaleh Darat Semarang. KH. Shaleh Darat adalah ulama besar yang telah bertahun-tahun belajar dan mengajar di MasjidilHaram Makkah.
Di pesantren milik KH. Murtadha (sang mertua), KH. Shaleh Darat mengajar santri-santrinya ilmu agama, seperti kitab al-Hikamal-Munjiyyat karya beliau sendiri, Lathaif ath-Thaharah, serta beragam ilmu agama lainnya. Di pesantren ini, Mohammad Darwis ditemukan dengan Hasyim Asy’ari. Keduanya sama-sama mendalami ilmu agama dari ulama besar Syaikh Shaleh Darat.
Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun, sementara Hasyim Asy’ari berusia 14 tahun. Keduanya tinggal satu kamar di pesantren yang dipimpin oleh Syaikh Shaleh Darat Semarang tersebut. Sekitar 2 tahunan kedua santri tersebut hidup bersama di kamar yang sama, pesantren yang sama dan guru yang sama.
Dalam keseharian, Muhammad Darwis memanggil Hasyim Asy’ari dengan panggilan “Adik Hasyim”. Sementara Hasyim Asy’ari memanggil Muhammad Darwis dengan panggilan “Mas atau Kang Darwis”.
Selepas nyantri di pesantren Syaikh Shaleh Darat, keduanya mendalami ilmu agama di Makkah, dimana sang guru pernah menimba ilmu bertahun-tahun lamanya di Tanah Suci itu. Tentu saja, sang guru sudah membekali akidah dan ilmu fikih yang cukup. Sekaligus telah memberikan referensi ulama-ulama mana yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.
Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu berdarah Nusantara. Praktek ibadah waktu itu seperti wiridan, tahlilan, manaqiban, maulidan dan lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan ulama-ulama Nusantara. Hampir semua karya-karya Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani, Syaikh Muhammad Mahfudz at-Turmusi dan Syaikh Khaathib as-Sambasi menuliskan tentang madzhab Syafi’i dan Asy’ariyyah sebagai akidahnya. Tentu saja, itu pula yang diajarkan kepada murid-muridnya, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Syaikh Abdul Qadir Mandailing dan selainnya.
Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari guru-gurunya di Makkah. Muhammad Darwis yang telah diubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyyah. Sedangkan Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul Ulama). Begitulah persaudaraan sejati yang dibangun sejak menjadi santri Syaikh Shaleh Darat hingga menjadi santri di Tanah Suci Makkah. Keduanya juga membuktikan, kalau dirinya tidak ada perbedaan di dalam urusan akidah dan madzhabnya.
Saat itu di Makkah memang mayoritas bermadzhab Syafi’i dan berakidahkan Asy’ari. Wajar, jika praktek ibadah sehari-hari KH. Ahmad Dahlan persis dengan guru-gurunya di Tanah Suci. Seperti yang sudah dikutipkan di awal tulisan, semisal shalat Shubuh KH. Ahmad Dahan tetap menggunakan Qunut, dan tidak pernah berpendapat bahwa Qunutsholat subuh Nabi Muhammad Saw adalah Qunut Nazilah. Karena beliau sangat memahami ilmu hadits dan juga memahami ilmu fikih.
Begitupula Tarawihnya, KH. Ahmad Dahlan praktek shalat Tarawihnya 20 rakaat. Penduduk Makkah sejak berabad-abad lamanya, sejak masa Khalifah Umar bin Khattab Ra., telah menjalankan Tarawih 20 rakaat dengan 3 witir, sehingga sekarang. Jumlah ini telah disepakati oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. Bagi penduduk Makkah, Tarawih 20 rakaat merupakan ijma’ (konsensus kesepakatan) para sahabat Nabi Saw.
Sedangkan penduduk Madinah melaksanakan Tarawih dengan 36 rakaat. Penduduk Makkah setiap pelaksanaan Tarawih 2 kali salaman, semua beristirahat. Pada waktu istirahat, mereka mengisi dengan thawaf sunnah. Nyaris pelaksanaan shalat Tarawih hingga malam, bahkan menjelang Shubuh. Di sela-sela Tarawih itulah keuntungan penduduk Makkah, karena bisa menambah pahala ibadah dengan thawaf. Maka bagi penduduk Madinah untuk mengimbangi pahala dengan yang di Makkah, mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.
Jadi, baik KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ada perbedaan di dalam pelaksanaan ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas pernah menuturkan: “KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh madzhab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh dan shalat Tarawih 23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan KH. Mas Manshur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan tidak dipraktekkannya doa Qunut di dalam shalat Shubuh dan jumlah rakaat shalat Tarawih yang sebelas rakaat.”
Sedangkan jawaban enteng yang dikemukan oleh dewan tarjih saat ditanyakan: “Kenapa ubudiyyah (praktek ibadah) Muhammadiyyah yang dulu dengan sekarang berbeda?”Alasan mereka adalah karena “Muhammadiyyah bukan Dahlaniyyah”. Benar,..... tapi kalau sampai menghujat qunut dan tarowih 23 roka'at, bukankah juga berarti menghujat K.H.Ahmad Dahlan?
Masihkah diantara kita yang gemar mencela dan mengata-ngatai amaliah-amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah yang memakai qunut, tarowih 23 rokaat dan Tahlil sebagai amalan bid’ah, musyrik dan sesat?

Lihat dan baca kitab asli “Fiqih Muhammadiyyah” karya KH. Ahmad Dahlan di sini: