MA'HAD ISLAM TERPADU AL- KHAIRIYYAH, SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN.....................DENGAN MOTTO: BERILMU AMALIYAH - BERAMAL ILMIYAH - MENJAGA UKHUWWAH ...........................YAYASAN MIT ALKHAIRIYYAH KARAWANG MENERIMA SEGALA BENTUK DONASI YANG HALAL DAN TIDAK MENGIKAT; MELALUI BANK JABAR . No. Rekening : 0014732411100 atas nama : Pondok Pesantren Al-Khairiyyah Karawang...........................Facebook: khaeruddin khasbullah.....

SEPUTAR AL-KHAIRIYYAH (facebook:: https://www.facebook.com/khaeruddin.khasbullah)

Jumat, 21 Juni 2013

BOLEHKAN PUASA SETELAH NISFU SYA'BAN DAN HARI SYAK?


Kaaba mirror edit jj.jpg
Tanbihun – Ulama-ulama Mazhab Syafi’I berpendapat bahwa orang-orang yang berpuasa pada separuh akhir bulan sya’ban yang mana ada di antaranya hari Syak adalah haram, KECUALI mereka yang biasa berpuasa sepanjang tahun, atau bagi mereka yang berpuasa pada hari tertentu seperti hari senin dan kamis yang puasanya kebetulan dengan hari setelah 15 Sya’ban, atau puasa nazar yang tertanggung ke atasnya, demikian juga dengan puasa qadha’ (maka tidak harom puasa qodho pada pertengahan sampai akhir bulan sya'ban bila ia masih punya hutang), ataupun puasa yang bersambung dengan puasa setelah sya’ban dan puasa sebelumnya walaupun satu hari sebelum 15 hari Sya’ban.
Hal ini berdasarkan hadis yang bermaksud:”Apabila telah tiba pertengahan bulan Sya’ban, janganlah kamu berpuasa”.(HR. Ahmad - dengan derajat Dhoif).
Adapun ulama-ulama Mazhab Hambali dan mazhab yang lain tidak berpegang kepada hadis diatas, karena hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad itu adalah dha’if.[4]
Seorang sahabat bernama Usamah bin Zaid r.a. pernah bertanya kepada Nabi SAW kenapa beliau banyak berpuasa di bulan sya’ban? Nabipun menjawabnya: “Bulan sya’ban itu adalah bulan yang selalu dilupakan oleh manusia karena kedudukannya di tengah-tengah antara Rajab dan Ramadhan, dimana ia adalah bulan yang segala amalan-amalan hamba-Nya akan diangkat kepada Tuhan Pencipta Alam. Maka aku menyukai amalanku diangkat ketika aku berpuasa” (HR. Imam An-Nasa’I)

PUASA SETELAH NISFU SYA’BAN

Sabda Nabi SAW:

إذا بقي نصفٌ من شَعْبَانَ فلا تصوموا

“Apabila tinggal separuh dari bulan Sya’ban maka janganlah kamu berpuasa”.
(HR. At-Tirmizi dari Abu Hurairah r.a.)
Berdasarkan hadis ini dilarang berpuasa setelah nishfu sya’ban bermula dari tanggal 16 sampailah akhir bulan terutamanya sehari atau dua hari sebelum ramadhan. Menurut Imam ar-Ruyani: "Mendahului ramadhan dengan puasa setelah nishfu sya’ban hukumnya adalah makruh, Adapun sehari atau dua hari sebelumnya, maka hukumnya adalah haram[5].

Namun menurut ulama’ dikecualikan dari larangan berpuasa setelah nishfu sya’ban ke atas orang-orang sebagai berikut:

  1. Orang yang menyambung puasa yang dimulainya sebelum bulan Sya’ban masuk separuh kedua (yakni sebelum tanggal 16 Sya’ban) sekurang-kurangnya puasa pada hari nisfu Sya’ban. Dan disyaratkan puasanya itu berterusan sehingga sampai ke penghujung bulan Sya’ban.
  2.  Orang yang mempunyai kebiasaan puasa tertentu seperti puasa senin dan kamis, puasa selang sehari (puasa ad-dahr), kemudian puasanya itu secara kebetulannya melintasi hari-hari setelah nishfu Sya’ban.
  3. Orang-orang yang berpuasa dengan sebab seperti nazar, kaffarah atau Qadha’ (termasuk juga qadha’ puasa sunat).


    PUASA DI HARI SYAK

    Selain 5 hari sebagaimana yang telah disepakati para ulama (1 Syawal: Idul Fitri, 10 Dzulhijjah dan 3 hari setelahnya, atau sering disebut sebagai hari tasyrik)[1], para ulama berbeda pendapat mengenai hari syak (keraguan) yang terjadi pada akhir bulan sya’ban. Hari Syak yaitu hari yang apabila ia merasa tidak yakin (ragu-ragu) awalnya jatuh ramadhan atau masih dalam akhir bulan sya’ban (29 atau 30 Sya’ban)[2]. Hal ini sesuai dengan hadis dari Ammar bin Yasir r.a[3]:

    من صامَ اليومَ الّذي شكّ فيه فقد عصَى أبا القاسمِ


    “Barangsiapa berpuasa pada hari syak, sesungguhnya dia telah menderhakai kepada Abu Al-Qasim (Nabi Muhammad SAW)“.
    Larangan berpuasa pada hari syak, sebagaimana rasul SAW bersabda:

لاَ تُقَدِّمُوْا شَهْرَ رمضانَ بصومِ يوْمٍ أو يومَيْنِ إلاَّ رجلٌ كان يصومُ صومًا فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah engkau mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua harisebelumnya, kecuali seorang yang sudah biasa berpuasa, maka bolehlah ia berpuasa”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.).

Jadi, dimanakah posisi kita? Adakah kita termasuk dalam bagian orang-orang yang selalu meng-istiqomah-kan puasa sunah kita? atau hanyalah seorang hamba yang hanya mampu untuk berpuasa
ke atas kewajiban fardhu-Nya saja (Yakni puasa wajib di bulan Ramadhan saja).
  Wallahu A’lam…
  Shollallaahu ‘Alaa Muhammad Wa Aalihi
  Ibnu Dahlan El-Madary
  Seri Kembangan, Sungai besi, Kuala Lumpur
  27 Sya’ban 1432H/28 July 2011:04:00 AM


[1] Hari Raya Aidul Fitri dan Aidul Adha yaitu pada 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah. Ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a yang bermaksud: “Bahwa Rasul SAW mencegah berpuasa pada dua hari yaitu hari raya fitri dan hari raya adha”. Adapun Hari tasyrik yaitu 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, ini berdasarkan hadis dari Imam Muslim dalam sahihnya, daripada Nabi SAW yang bermaksud: “Hari-hari Mina merupakan hari-hari makan dan minum juga hari mengingati Allah SWT“.
[2] Hari syak atau keraguan: apakah masih bulan Sya’ban atau telah masuk Ramadhan? Keraguan ini timbul karena ada suara-suara yang mengatakan atau menghebohkan bahwa anak bulan ramadhan telah kelihatan, namun tidak ada saksi yang adil atau yang bisa diterima yang kemudian memberitahukan atau mendakwa ia melihat anak bulan itu.
[3] HR. At-Tirmidzi
[4] Wahbah Zuhaili: “Fiqh Islami Wa Adiilatuh”.
Lihat pula:http://addienblog.blogspot.com/2012/07/status-hadith-larangan-berpuasa-selepas.html
[5] Sebagian ulama berpendapat: pengharaman tersebut adalah dengan niat ihtiyat (hati-hati) kepada ramadhan, Namun bagi ulama-ulama mazhab Syafi’I; pengharaman tersebut merangkumi juga puasa sunat kecuali bagi tiga orang yang akan kami sebutkan diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar