MA'HAD ISLAM TERPADU AL- KHAIRIYYAH, SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN.....................DENGAN MOTTO: BERILMU AMALIYAH - BERAMAL ILMIYAH - MENJAGA UKHUWWAH ...........................YAYASAN MIT ALKHAIRIYYAH KARAWANG MENERIMA SEGALA BENTUK DONASI YANG HALAL DAN TIDAK MENGIKAT; MELALUI BANK JABAR . No. Rekening : 0014732411100 atas nama : Pondok Pesantren Al-Khairiyyah Karawang...........................Facebook: khaeruddin khasbullah.....

SEPUTAR AL-KHAIRIYYAH (facebook:: https://www.facebook.com/khaeruddin.khasbullah)

Rabu, 05 September 2012

BEDA HASIL IJTIHAD, BENAR DAPAT DUA SALAH DAPAT SATU

Oleh: H.Khaeruddin

Pada masa sahabat sudah sering terjadi beda pendapat

Peperangan AHZAB yang penuh dengan adu taktik dan strategi telah berlalu, dimana pasukan sekutu telah bubar kocar kacir meninggalkan kota Medinah setelah termakan oleh KONTRA SPIONASE RASULULLOH" (Lihat taktik Rasulullah dalam perang Khondaq).

Dalam peperangan itu terkuak makar jahat kaum Yahudi Bani Quroidzoh yang sebenarnya sedang terikat dalam persekutuan saling bantu dengan kaum muslimin dimana mereka memiliki tugas menjaga serangan pasukan jahiliyah dari arah belakang kota (lihat Piagam Madinah, Artikel 03/06/2010 pada blog ini juga). Namun mereka berkhianat dan berusaha membuka pintu gerbang belakang kota Madinah untuk memberikan kesempatan kepada pasukan musuh menyerang dari belakang, karena dari arah depan pasukan musuh terhenti, tertahan oleh parit yang membentengi kota Madinah.


Untung pengkhianatan itu segera dapat diketahui dan pintu gerbang segera ditutup kembali sehingga serangan belakang dapat dicegah. Tentu saja dalam STRATEGI MILITER, TINDAKAN INI ADALAH LEBIH KEJI DARI DESERSI DAN MASUK KEDALAM TINDAKAN YANG DALAM HUKUM MILITER INTERNATIONAL PUN DIBERLAKUKAN HUKUMAN MILITER YANG AMAT TEGAS DAN KERAS.

Maka ketika musuh telah pergi dan perang telah usai, seusai menunaikan sholat Dzuhur berjamaah, Rasululloh segera membuat pengumuman dan segera memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk menindak tegas kaum Yahudi Bani Quroidzoh, para pengkhianat itu.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari Ibn Umar Ra. yang berkata:

“Sepulangnya dari peperangan Ahzab, Rasulullah Saw. bersabda: “Jangan ada yang shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidzah.” (HR. al-Bukhari no. 894).

Maka pasukan yang baru saja memenangkan perang parit itupun segera berangkat menuju perkampungan kaum Yahudi Bani Quroidzoh.

Syahdan, ditengah perjalanan waktu Asharpun masuk, sedang perkampungan Bani Quroidzoh masih jauh. Maka terjadilah dialog dan perbedaan pendapat sengit ketika itu dimana sebagian kaum muslimin menghendaki agar pasukan berhenti dulu untuk menunaikan sholat Ashar, sedang sebagian sahabat ada yang memahami teks hadits tersebut secara tekstual, Sesuai Sabda Nabi:“Jangan ada yang shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidzah.” sehingga mereka tidak shalat Ashar (walaupun waktunya telah berlalu) kecuali di tempat yang telah ditetapkan Nabi, dimana riwayat menyebutkan ketika tiba di perkampungan, sudah mendekati waktu Isya'.

Sebagian lainnya memahaminya secara kontekstual dimana makna seruan Nabi: Jangan Sholat Ashar kecuali diperkampungan Bani Quroidzoh itu mengandung makna AGAR PASUKAN SEGERA BERGERAK CEPAT JANGAN MENUNDA WAKTU, sehingga mereka melaksanakan shalat Ashar, sebelum tiba di perkampungan yang dituju karena mereka berpedoman bahwa "SHOLAT ITU TIANG AGAMA....."

Perang melawan kaum Yahudi Bani Quroidzoh pun usai dengan kemenangan kaum muslimin.
Maka sepulang mereka ke Madinah, mereka melaporkan kejadian perbedaan pendapat yang terjadi diantara para sahabat Nabi ketika menuju perkampungan Bani Quroidzoh, dimana ada sebagian yang melakukan sholat ditengah jalan, sebagian lagi melakukan sholat mereka di perkampungan Bani Quroidzoh, sesuai sabda Nabi.

Ketika Nabi Saw. menerima laporan tentang kasus ini, beliau tidak mempersalahkan kedua kelompok sahabat yang berbeda pendapat dalam memahami teks hadits beliau, dan beliau mengeluarkan sebuah ADAGIUM/QOIDAH USHUL FIQH yang bernila tinggi dan universal:

”Barang siapa ber IJTIHAD, dan ternyata ijtihadnya benar, maka ia akan mendapatkan dua pahala, dan barang siapa ber- IJTIHAD dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia tetap mendapatkan satu pahala" (HR. al-Bukhari no. 894).

Sebaimana seorang Hakim yang telah mempelajari suatu kasus dengan seksama, teliti dan adil, ternyata keputusannya salah, maka berdasar adagium tadi si Hakim tetap mendapatkan suatu pahala (kecuali Hakim yang culas dan main uang)

Berkaitan dengan hal tersebut Sayidina Ali bin Abi Thalib Ra. berkata:

“Nabi mendera orang yang minum khamr sebanyak empat puluh kali. Abu Bakar mendera empat puluh kali pula. Sedangkan Umar menderanya delapan puluh kali. Dan kesemuanya adalah sunnah. Akan tetapi, empat puluh kali lebih aku sukai.” (HR. Muslim no. 3220 dan Abi Dawud no.3384).

Dalam hadits ini, Ali bin Abi Thalib menetapkan bahwa dera empat puluh kali yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan Abu Bakar, sedang dera delapan puluh kali yang dilakukan oleh Umar kepada orang yang minum khamr, keduanya sama-sama benar. Hadits ini menjadi bukti bahwa perbedaan pendapat di antara sesama mujtahid dalam bidang fiqih, tidak tercela, bahkan eksistensinya diakui berdasarkan hadits tersebut.

Seorang ulama salaf dari generasi tabi’in,Putra sahabat Abu Bakar, yakni al-Imam al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq berkata: “Perbedaan pendapat di kalangan sahabat Nabi Muhammad Saw. merupakan rahmat bagi manusia.” (Jazil al-Mawahib halaman 21). Khalifah yang shaleh, Umar bin Abdul Aziz Ra. juga berkata: “Aku tidak gembira seandainya para sahabat Nabi Muhammad Saw. tidak berbeda pendapat. Karena seandainya mereka tidak berbeda pendapat, tentu tidak ada kemurahan dalam agama.” (Jazil al-Mawahib halaman 22).

Paparan di atas menyimpulkan bahwa perbedaan pendapat dan hasil Ijtihad di kalangan sahabat telah terjadi sejak masa Rasulullah Saw. Dan ternyata perbedaan hasil Ijtihad tersebut dilegitimasi oleh Rasulullah Saw. Dan menjadi rahmat bagi umat Islam sebagaimana diakui oleh ulama salaf yang saleh.

Siapa yang dapat ber-Ijtihad?

Ijtihad artinya mencurahkan segenap daya dan upaya untuk menghasilkan suatu produk hukum (syari'at)

Orang yang berhak ber- IJTIHAD haruslah seseorang yang memiliki keluasan ilmu dan perkakas untu ber- Ijtihad.

Ibarat seseorang yang sedang ber- Ijtihad untuk menyelidiki sebab musabab DEMAM BERDARAH, maka ia harus memiliki beberapa peresyaratan dan kelengkapan, diantaranya:

1- Memiliki ilmu tentang masalah kesehatan.
2- Memiliki ilmu tentang microbiologi
3- Memiliki peralatan yang memadai untuk mendukung upaya Ijtihadnya itu, seperti microscope, stetoscope, thermometer, dlsb dalam bidang penelitian kesehatan.

Maka dari hasil ijtihadnya ditemukan bahwa penyebab DEMAM BERDARAH adalah infeksi/ penularan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypty, bukan karena perubahan musim atau gangguan makhluk halus. Maka kitapun semuanya TAQLID/ mengikut dan setuju terhadap Ijtihad penemu yang memenuhi syarat tersebut.

Amat berbahaya apabila Ijtihad tentang penyakit dilakukan oleh orang- orang bodoh atau oleh orang yang tidak memiliki kredibilitas serta tidak bertanggung jawab, sudah pasti hasilnya ngawur dan tidak boleh diikuti. Kata Nabi:"......Fa aftau, fa adholluu - wa adhollu..." = Maka para jahil itupun berfatwa, maka fatwanya SESAT DAN MENYESATKAN" ((H.R. Bukhory dan Muslim dari ibnu Umar).

Demikian juga tentunya dalam bidang yang lain khususnya Ijtihad dalam bidang hukum syar'i, maka sudah barang tentu harus dilakukan oleh orang- orang yang memiliki kredibilitas dan legitimasi tentang bidangnya, seperti keharusan hafal dan memahami Al- Qur'an beserta ratusan ribu hadist serta ilmu bahasa Arab sebagai sumber hukum syar'i yang sedang digali ketentuan hukumnya tersebut

Wallahu a’lam.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar