Hukum Kurban untuk Orang yang Sudah Meinggal.
Oleh: -Ustadz Sigit Pranowo, Lc-
Abu Hirairoh meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau saw
bersabda,”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya
kecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat
atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim) Kurban seseorang yang
ditujukan untuk orang yang sudah meninggal ini bisa disamakan dengan
sedekah.
Imam Nawawi menyebutkan didalam Syarhnya,”Do'a yang dipanjatkan,
pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah meninggal demikian halnya
dengan sedekah, dan kedua hal tersebut adalah ijma para ulama.” (Shohih
Muslim bi Syarhin Nawawi juz XI hal 122)
Imam Nawawi juga mengatakan didalam Syarhnya,”Para ulama telah
sependapat bahwa doa seseorang kepada orang yang sudah meninggal akan
sampai kepadanya demikan pula halnya dengan sedekah yang ditujukan
kepada orang yang meninggal, pahalanya akan sampai kepadanya dan tidak
mesti orang itu harus anaknya." (Al Majmu’ juz XV hal 522, Maktabah
Syamilah)
Para ulama telah bersepakat bahwa sedekah seseorang kepada orang yang
telah meninggal akan sampai kepadanya, demikian pula ibadah-ibadah
harta lainnya, seperti membebaskan budak. Adapun perselisihan dikalangan
para ulama adalah pada masalah ibadah badaniyah, seperti sholat, puasa,
membaca Al Qur’an dikarenakan adanya riwayat dari Aisyah didalam
shohihain dari Nabi saw,”Barangsiapa yang meninggal dan masih memiliki
kewajiban puasa maka hendaklah walinya berpuasa untuknya.” (Majmu’
Fatawa juz V hal 466, Maktabah Syamilah)
Dalil lain yang juga digunakan oleh para ulama didalam membolehkan
kurban bagi orang yang meninggal adalah firman Allah swt,”dan bahwasanya
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,”
(QS. An Najm : 39)
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Ibnu Katsir juga menyelipkan sabda
Rasulullah saw,”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah
amalnya kecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau ilmu yang
bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim) dan dia
mengatakan, ”Tiga golongan didalam hadits ini, sebenarnya semua berasal
dari usaha, kerja keras dan amalnya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah
hadits, ’Sesungguhnya makanan yang paling baik dimakan seseorang adalah
dari hasil usahanya sendiri dan sesungguhnya seorang anak adalah hasil
dari usaha (orang tua) nya.” (Abu Daud, Tirmidzi, an Nasai dan Ahmad)
Dan sedekah jariyah seperti wakaf dan yang sejenisnya adalah buah dari
amal dan wakafnya.
Firman Allah swt., ”Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati
dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang
mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk
yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasiin : 12) –(Tafsir Ibnu Katsir juz
VII hal 465, Maktabah Syamilah)
Jadi dibolehkan seseorang berkurban untuk orang yang sudah meninggal
terlebih lagi jika orang yang sudah meninggal tersebut masih ada
hubungan kerabat dengannya.
Kurban untuk Diri Sendiri atau Orang Tua
Kurban adalah suatu ibadah yang sunnah muakkadah dan ditujukan kepada
kaum muslimin yang mukallaf, yaitu orang yang memenuhi persyaratan
untuk terbebani oleh suatu perintah syari’ah seperti, berakal, baligh
tidak dalam keadaan tidur, lupa atau mabuk serta memiliki kesanggupan
financial. Sementara orang yang sudah meninggal adalah orang yang
terlepas dari persyaratan-persyaratan diatas, berarti jelas dia tidaklah
termasuk orang mukallaf.
Dalam kondisi normal, orang hidup masih terkena taklif (beban)
melakukan ibadah kepada Allah swt termasuk berkurban Sehingga dirinya
lebih diutamakan daripada orang yang sudah meninggal kecuali jika orang
yang sudah meninggal itu telah bernazar atau berwasiat untuk melakukan
qurban sebelum meninggalnya. Dalam kondisi yang kedua ini maka para ahli
warisnya wajib menunaikannya walaupun diri mereka belum pernah
melakukan penyembelihan kurban untuk diri mereka sendiri.
Ada riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas bahwa Sa’ad bin Ubadah
meninta fatwa kepada Rasulullah saw dan berkata, ”Sesungguhnya ibuku
telah meninggal dan ia masih memiliki tanggungan nazar namun tidak
sempat berwasiat.’ Maka Rasulullah saw bersabda, ’Tunaikanlah untuknya.”
(HR. Abu Daud)
Ibnu Hazm dan orang-orang yang bersepakat dengannya berpendapat bahwa
ahli waris dari orang yang meninggal diharuskan menunaikan nazar bagi
orang yang mewarisinya dalam segala keadaan.
Juga hadits yang dikeluarkan dari jalur Thoriq al Qosim bin Muhammad
bahwasanya Sa’ad bin Ubadah berkata, ”Wahai Rasulullah saw, Sesungguhnya
ibuku telah meninggal. Apakah jika aku membebaskan budak baginya akan
bermanfaat untuknya? Beliau menjawab,’Ya.’ Disebutkan : bahwa itu adalah
sedekah.
Disebutkan dalam kitab ‘al Muwattho’ dan selainnya bahwa Sa’ad bin
Ubadah pergi menemui Nabi saw dan berkata kepadanya, ”Sesungguhnya ibuku
berwasiat, beliau (ibuku) mengatakan, ’Hartanya harta Saad dan dia
meninggal sebelum menunaikannya.’ Kemudian Sa’ad mengatakan, ’Wahai
Rasulullah apakah jika aku bersedekah baginya akan bermanfaat untuknya?
Beliau saw menjawab. ’Ya.”
Kandungan dari hadits itu adalah menunaikan hak-hak yang wajib
terhadap orang yang sudah meninggal dan jumhur ulama berpendapat bahwa
siapa yang meninggal dan masih memiliki tanggungan nazar harta maka
wajib ditunaikan dari pokok harta yang dimilikinya jika ia tidak
berwasiat kecuali jika nazar itu terjadi disaat sakit menjelang
kematiannya maka dari sepertiga hartanya. Sementara para ulama madzhab
Maliki dan Hanafi mensyaratkan orang itu berwasiat. (Nailul Author juz
XIII hal 287 – 288, Maktabah Syamilah)
Penyembelihan hewan kurban bisa menjadi wajib dikarenakan nazar,
sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Barangsiapa yang telah bernazar untuk
mentaati Allah maka hendaklah ia mentaati Allah.” (HR. Bukhori Muslim)
dan juga firman Allah, ”Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar
mereka.” (QS. Al Hajj : 29) bahkan apabila orang yang melakukan nazar
itu meninggal dunia, maka pelaksanaan nazar yang telah diucapkan sebelum
meninggal dunia boleh diwakilkan kepada orang lain.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa daging sembelihan yang disebabkan
melaksanakan nazar tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban sama
sekali, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Hanafi dan Syafi’i yang
berbeda dengan pendapat para ulama madzhab Hambali bahwa disunnahkan
memakan sembelihan darinya, yaitu sepertiga dimakan, sepertiga dibagikan
kepada karib kerabat dan sepertiga disedekahkan. (Fatawa al Azhar juz
IX hal 313, Maktabah Syamilah)
Wallahu A’lam
-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-
Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/bolehkah-berkurban-atas-nama-orang-tua-yang-telah-meninggal.htm#.VftKNX0nm01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar