BERTUNANGAN ATAU KHITHBAH DALAM ISLAM
______________________________________
A. ARTI KHITBAH / TUNANGAN
Khitbah berarti
"bertunangan". "Tafsiran" lafaz atau perkataan
"bertunangan" ini berbeda mengikuti kebiasaan tempat, kawasan, adat
dan suasana masyarakat masing-masing. Berbeda di antara
negara Malaysia, Singapura, Thailand dan Indonesia.
Dan kemungkinan berbeda juga di antara beberapa tempat, adat, suasana serta
kawasan-kawasan di dalam negara Islam masing-masing. Contohnya di dalam
Indonesia, tafsiran "bertunangan" di Medan dan Jakarta berbeda. Di
dalam Thailand, tafsiran "bertunangan" di Bangkok dan Pattani berbeda.
Begitulah seterusnya di tempat-tempat lain.
Khitbah di dalam
bahasa Arab apabila diterjemahkan maknanya ke dalam Bahasa Indonesia bermakna 'melamar' wanita untuk dijadikan bakal
isteri. "Melamar" ini juga bermakna meminta persetujuan pihak wanita
untuk menjadi isteri kepada pihak lelaki. Khitbah ini memakan 'masa/
waktu' berdasarkan kebiasaan atau adat yang masyhur dipegang kawasan, tempat,
adat dan suasana masyarakat.
Khitbah juga
bermakna sebuah proses ketika seorang lelaki meminta dari pihak perempuan untuk
menikah dengan cara-cara atau jalan-jalan yang diketahui masyhur di
tempat masing-masing. Syed sabiq : Fiqh Assunnah).
Khitbah juga membawa
makna mengumumkan dan mengiklankan kehendak / kemauan seseorang untuk berkawin
dengan seseorang wanita.(Dr. Yusuf Qordhowi: Fatawa Muashoroh ). Dr. Yusuf Al-
Qardawi juga berkata (dalam buku yang sama) bahwa di
dalam khitbah / bertunangan ini tidak ada "hak"
bagi khatib (tunangan lelaki) kecuali hak untuk
sekedar melamar (to reserve or booking) seorang makhtubah (tunang wanita), sehingga pihak lelaki
selain darinya tidak datang untuk meminang wanita itu. Biasanya pihak lelaki memberikan tanda hadiah berupa cincin atau barang perhiasan lain yang mudah dikenali bahwa seseorang telah dilamar. Tapi ini juga tergantung kebiasaan setempat
B. HUKUM KHITBAH / BERTUNANGAN DI DALAM
ISLAM
Hukum asal khitbah ini adalah
"boleh", tetapi Imam As-Syafie mengatakan hukumnya adalah
"al-istihbab / sunah" (Al-Mughni Almuhtaj). Dr. Abd. Karim Zaidan
mengatakan bahwa hukum "al-istihbab / sunah" ini lebih aula
(utama / baik) dari hukum "boleh" tadi. (Almufassal fi Ahkam Al Mar'ah) .
Dalil atau bukti di "bolehkan
nya" khitbah / tunangan ini
terlalu banyak.
Diantaranya ialah...
1) Hadis Rasulallah saw:
ﻻ
ﻴﺨﻄﺏ ﺍﻟﺮﺠﻞ ﻋﻟﻰ ﺨﻄﺒﺔ ﺃﺨﻴﻪ ﺤﺘﻰ ﻴﻧﻜﺢ ﺃﻭ ﻴﺗﺭﻚ
yang mafhumnya: " Janganlah seorang laki- laki meminang wanita pinangan saudaranya sampai menikah atau saudaranya meninggalkannya". (HR.Bukhory. no 5144)
2) ﺍﻟﻤﺆﻤﻦ ﺃﺨﻭﺍ ﺍﻟﻤﺆﻤﻦ ﻔﻼ ﻴﺤﻝ ﻟﻟﻤﺆﻤﻦ
ﺃﻦ ﻴﺒﺘﺎﻉ ﻋﻟﻰ ﺒﻴﻊ ﺃﺨﻴﻪ
ﻭﻻ ﻴﺨﻄﺏ ﻋﻟﻰ ﺨﻄﺒﺔ ﺃﺨﻴﻪ ﺤﺘﻰ ﻴﺬﺭ
“Seorang mukmin itu adalah saudara orang mukmin, maka tidak
halal seorang mukmin menawar barang yang telah dijual saudaranya, juga tidak
halal pula seorang mukmin meminang wanita yang telah dipinang saudaranya, atau ia membatalkannya”
(HR.Muslim no 3449)
Berdasar hadis- hadist ini kita dapat fahami bahwa kita tidak
dibenarkan oleh syara' untuk meminang seseorang wanita /
lelaki apabila wanita / lelaki itu sudah dipinang orang. Ini dalil dibolehkan
'khitbah' tetapi, dalil ini tidak 'Soriih' / tidak langsung sasaran (indirect)
menunjukkan kalimat “sunnah”. Ulama’ dan orang-orang yang 'faqieh' mengambil
hukum "boleh" khitbah dalam Islam dari kaedah Mafhum
Mukholafah (in contradictio). Dalil diatas menunjukkan TIDAK BOLEH MEMINANG
PINANGAN ORANG LAIN. Maka, khitbah boleh JIKA BUKAN PADA WANITA YANG TELAH
DIPINANG ORANG LAIN.
Lihat pula: (Shahih: Shahih Nasa’I no:3037, Fathul Bari IX:198 no:5142, dan Nasa’I VI:73):
Nabi saw. melarang sebagian di antara
kamu menjual di atas jualan sebagai yang lain, dan tidak boleh (pula) seorang
laki-laki melamar perempuan yang sudah dipinang saudaranya, sampai sang
peminang memutuskannya terlebih dahulu atau sang peminang mengizinkannya
(melamar bekas tunangannya).”
D). KEBOLEHAN MELIHAT/ MENGENAL WANITA YANG AKAN DIPINANG
Dianjurkan para lelaki yang akan meminang seorang wanita, agar mengenal lebih dulu wanita yang akan dipinangnya. Melihat/ mengenal tersebut tentu harus berada pada batas batas syar'i yang diperkenankan. (Lihat pasal G.) Berdasar hadist- hadist berikut:
1) Hadis. Dari Jabir bin Abdillah
bahawa Rasulallah saw bersabda: " Apabila
salah seorang dari kamu bertunangan, maka jika sekiranya dia boleh melihat
wanita itu hingga membawa kepada kehendak atau kemauan untuk bernikah / kawin,
maka lakukan!!! ".
2) Dalam hadist riwayat Imam Muslim dari Abi Hurairoh RA,
bahwa Nabi SAW telah berkata pada seseorang yang akan menikahi wanita: “Apakah
engkau telah melihatnya?” dia berkata: “Belum”. Beliau bersabda: “
Maka pergilah, lalu lihatlah dia”.
3. Berkata Jabir (yakni perawi) hadis ini: " Aku telah bertunangan dengan wanita dari Bani Salamah, aku telah bersembunyi tanpa dilihat oleh wanita itu sehingga aku melihat sebahagian dari 'diri / tubuh badan' wanita itu yang boleh membawa kepada kehendak dan kemauan aku untuk menikahi atau mengawininya".( Syed Sabiq: Fiqh Assunnah).
E. MEMINANG DALAM MASA IDDAH
Tidak
boleh juga seorang muslim meminang wanita yang sedang menjalani masa iddah
karena "thalaq raj’i" karena ia masih berada di bawah kekuasaan mantan
suaminya; sebagaimana tidak boleh juga melamar secara terang-terangan wanita
yang menjalani masa iddah, karena "thalaq bain" atau karena ditinggal mati oleh
suaminya, namun tidak mengapa ia melamarnya secara sindiran. Hal ini mengacu
kepada firman Allah SWT,
ﻭﻻ ﺠﻧﺎﺡ ﻋﻟﻴﻜﻢ ﻔﻴﻣﺎ ﻋﺮﻀﺗﻢ
ﺒﻪ ﻣﻦ ﺨﻄﺒﺔ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺃﻭ ﺃﻜﻨﻨﺘﻢ ﻓﻲ ﺃﻨﻔﺴﻜﻢ
“Dan tidak ada dosa
bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikannya (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.” (QS. Al-Baqarah [2]:235).
F. TEMPOH ATAU MASA YANG DIBENARKAN OLEH SYARAK UNTUK
BERKHITBAH / BERTUNANGAN
2. Jumhur ulama’ berselisih pendapat dalam mentafsirkan /
menentukan makna "tempoh panjang / lama" itu. Berapa hari, berapa
minggu, berapa bulan, berapa tahun.
3. Maka tempoh ini semua ditentukan oleh 'uruf / adat yang
masyhur dipegang di sesuatu tempat.
4. Jika di sesuatu tempat mentafsirkan tempoh lama satu
HARI, maka satu harilah yang mesti dipegang oleh sesiapa yang menjalankan
khitbah ini. Begitu juga jika kebiasaannya berbilang bulan atau tahun.Tentu
saja makin cepat makin baik agar kesucian hubungan tetap terjaga dengan baik.
G. HUKUM BERKHALWAT / BERDUAAN DITEMPAT SEPI DENGAN
TUNANGAN
Agama Islam mengharamkan "khalwat" ini sehingga mereka di- akad (ijab dan qabul) dan dinikahkan. Maka selepas akad
(ijab dan qabul), baru bolehlah bagi pasangan laki dan wanita ini untuk
berdua-duaan tanpa menimbulkan fitnah lagi. Dan hikmah, faedah dan kelebihan
"haram khalwat" ini ialah untuk mencegah terjadinya
maksiat. Sebagaimana sabda Rasulallah saw : " Tidak halal bagi
seseorang lelaki berkhalwat dengan seseorang wanita yang tidak halal buatnya
kecuali ditemani mahram (mahram-orang yang diharamkan nikah / kawin dengannya).
Maka Jika dua orang ber duaan ditempat sepi, orang atau pihak ketiga yang ada
bersama-sama ketika mereka berdua berkhalwat itu adalah syaitan". (Syed Sabiq: Fiqh As-Sunnah ).
Dr.Yusuf Al Qardawi dalam Fatawa Muashoroh
berkata:
" Selama akad kawin (ijab dan qabul) belum ditunaikan
oleh tunangan laki dan tunangan wanita (belum sah nikah / kawin mereka mengikut
'uruf -adat, syara' dan undang-undang), maka keadaan masih seperti hukum asal.
Yaitu:-
2. Tidak halal dan bahkan haram bagi makhtubah (tunangan wanita) untuk
bermusafir atau melancong dengan khatib nya
(tunangan lelaki) KECUALI bersama-sama maktubah (tunang wanita) itu ada salah seorang
mahramnya seperti ayahnya atau abangnya.
Demikian, untuk pembahasan secara mendalam, silahkan
konsultasi dengan para Ulama' yang soleh ditempat anda.
F. BEBERAPA ISTILAH
01. Akad ------------------->> Ijab dan qabul
02. Al-istihbab ------------->> Sunah
03. At-ta'arruf ------------->> Berkenalan
04. Aula -------------------->> Utama atau
Baik
05. Az-zawaj --------------->> Nikah atau
Kawin
06. Berkhalwat-------------->> Berdua-duaan di
tempat sunyi tanpa mahram hingga menimbulkan fitnah.
07. Disyariatkan ------------>>
Diperundang-undangkan berdasar agama
08. Faqieh ------------------->> Ahli / Faham
hukum - hukum Islam
09. Jumhur ulama' --------->> Ramai Ulama’/
Sebagian besar Ulama’
10. Khatib ------------------->> Tunangan
lelaki
11. Khitbah ------------------>> Bertunangan
12. Mahram------------------>> Orang yang
diharamkan nikah / kawin dengannya.
Karena sebab 1- se Nasab, 2-sesusuan atau 3-besanan/Mushoharoh.
13. Muqaddimah ------------>> Permulaan
14. Makhtubah -------------->> Tunangan wanita
15. Tidak soriih ------------->> Tidak
langsung/ tidak jelas mengarah ke masalah (indirect)
16. 'Uruf---------------------->> Adat yang
masyhur dipegang di sesuatu tempat.
17. Syarak/ Syari'at---------->> Ketentuan agama
18. Thalaq raj'i--------------->> Perceraian yang masih mungkin kembali di pertautkan
19. Thalaq ba'in-------------->> Thalaq putus, perceraian yang dilakukan lebih 3 kali atau thalaq 3 kali sekaligus.
(KHD) dari berbagai sumber