MENGENAL THARIQAH SYATHIBIYYAH DAN THAYYIBAT AL-NASHR SERTA PERBEDAANNYA [1]
Oleh Abdus Salam
(Amanah Pentashih Qiraati Jabodetabeka)
A.
Pendahuluan
Dalam
pembelajaran pembacaan al-Qur’an ada istilah yang disebut ‘tharîq’.
Mengenai tharîq/tharîqah/tarekat ini, barangkali frasa yang lebih
familiar di telinga adalah yang terkait aliran dalam ajaran tasawuf/sufisme,
misalnya tarekat Naqsyabandiyah, tarekat Qadiriyah, tarekat Hashafiyah, dan
lain-lain. Nama tarekat biasanya menggunakan nama guru yang mengajarkan atau
yang menjadi rujukan dalam aliran. Bisa dibilang, tharîq al-Qur’an pun
secara mekanisme mirip seperti itu.
Tharîq adalah tingkatan ketiga pada
hirarki madzhab membaca al-Qur’an. Urutannya yaitu: qira’ât, riwâyah,
kemudian tharîqah. Madzhab yang populer di Indonesia adalah qirâ’at-`Ashim
riwayat-Hafsh tharîq-Syâthibi. Selain itu dapat juga berjuluk riwayat
Hafsh `an `Ashim min tharîq Syâthibiyyah.
Seperti telah banyak dibahas, qira’ât adalah satu cara membaca al-Qur’an (baik yang seragam, maupun yang terjadi perbedaan) dengan me-nisbat-kan metoda bacaan tersebut pada satu imam qira’ât. Tiap imam qira’ât memiliki rawi-rawi yang membaca berdasarkan qira’ât imam tersebut. Rawi ini adakalanya merupakan murid langsung sang imam, ada pula yang tidak langsung (murid generasi berikutnya). Bacaan rawi ini disebut Riwâyat. Adapun Tharîq -secara asalnya- dibawa oleh mereka yang membaca dari râwi (baik murid langsung maupun tidak langsung).[2]
Bacaan
yang disandarkan kepada imam disebut “qira’ât”. Contoh perbedaan qiraat
pada lafazh “mâliki yaumiddîn” pada Surat Al-Fâtihah.
`Ashim (bersama Al-Kisâ’i) meng-itsbât-kan “alif” pada lafazh “mâliki”
sehingga mim dibaca panjang (mad). Adapun imam lain (Nâfi`, Ibnu Katsîr, Abu
`Amr, Ibnu `Amîr, dan Hamzah) membuang/tidak memakai “alif” (hadzfu
alif) setelah huruf “mim” sehingga dibaca “maliki”
pendek/tanpa mad (sama seperti lafazh “malikin-nâs” pada Surat An-Nâs).
Imam
`Ashim memiliki banyak murid yang belajar al-Qur’an padanya. Dalam ilmu qira’ât,
biasanya dipilih dua orang yang diejawantahkan membawa bacaannya. Ditetapkan
dua rawi `Ashim masing-masing yaitu Syu`bah (Abu Bakar; Syu`bah bin `Ayyasy
Al-Asadi Al-Kufi) dan Hafsh (Abu `Amr; Hafsh bin Sulaiman Al-Asadi
Al-Kufi).
Antara
bacaan Syu`bah dengan Hafsh ada persamaan dan adapula perbedaan. Menurut
atsar, imam `Ashim menerima bacaan (talaqqi) diantaranya dari Abu
`Abdurrahman As-Sulami dan dari Zar bin Hubaisy. Abu `Abdurrahman As-Sulami
membaca dari `Ali bin Abi Thalib; Zar bin Hubaisy membaca dari `Abdullah bin
Mas`ud. `Ali dan Ibnu Mas`ud menerima dari Rasulullah. Imam `Ashim mengajarkan
bacaan dari jalur Abu `Abdurrahman (dari `Ali dari Nabi) kepada imam Hafsh.
Sedangkan imam Syu`bah diajarkan bacaan dari jalur Zar bin Hubaisy (dari Ibnu
Mas`ud dari Nabi).
Jika kita
membaca yang mana imam Syu`bah dan imam Hafsh sepakat (tidak terjadi
perbedaan), misalnya Surat Al-Fatihah, maka kita dapat mengklaim bacaan
kita sebagai “qira’ât `Ashim”. Tetapi apabila kita membaca yang mana
antara Syu`bah dan Hafsh terdapat khilâf, maka bacaan tersebut
harus dijuluki sebagai “Riwâyat”. Contoh perbedaan Syu`bah dan Hafsh
adalah pada perkara saktah dan tashîl. Hafsh memakai saktah
pada empat tempat (Surat Al-Kahfi, Yâsîn, Al-Qiyâmah, dan An-Nâzi`ât) serta tashîl
pada Surat Fushshilat ayat 44. Sedang Syu`bah tidak memakai saktah dan tashil.
Artinya bila kita sedang membaca dengan madzhab `Ashim kemudian menggunakan saktah
dan tashîl maka bacaan kita merupakan “riwayat Hafsh `an `Ashim”.
Namun bila kita tidak menggunakan saktah maupun tashil maka
bacaan kita adalah “riwayat Syu`bah `an `Ashim”.
Selanjutnya
imam Hafsh pun memiliki murid-murid. Secara asal-mula, bacaan yang
dipraktekkan para murid inilah yang dinamakan “tharîq”. Berbeda dengan “riwâyat”,
pada kasus “tharîq” ini tidak ditemui pembatasan jumlah yang
ditahbiskan. Sebab perihalnya lebih kepada jalur pengajaran bacaan yang berhulu
pada imam Hafsh. Disebutkan oleh Ibnu Jazari dalam kitabnya “An-Nasyr fi
Al-Qira’ât Al-`Asyr” bahwa ada sekitar 58 kitab qira’ât yang dirujuknya
yang masing-masing membawa tharîq tersendiri.
Untuk
pembahasan kali ini kita ambil sampel dua buah tharîq yang populer.
Diantara yang membaca pada imam Hafsh adalah `Ubaid bin Ash-Shobbah dan `Amr
bin Ash-Shobbah. Dari jalan `Ubaid bin Ash-Shobbah ini imam Abul-Qasim
Asy-Syathibi merumuskannya dalam kitab “Hirz Al-Amani wa
Wajhu-al-Tahani fi al-Qira’ât Al-Sab`”. Muncullah terminologi “thariq
Syathibiyyah”. Sedangkan dari jalan `Amr bin Ash-Shobbah, Imam Al-Mubarok
Al-Baghdadi merumuskan kitab “Al-Mishbah fi al-Qira’ât al-`Asyr”. Ibnu
Jazari telah mengumpulkan tharîq-tharîq tersebut dan selainnya pada
kitab “Thayyibah-al-Nasyr fi al-Qira’ât al-`Asyr”. Atas dasar itu, tharîq
`Amr bin Ash-Shobbah dari kitab Al-Mishbah lazim dikenal dengan “thariq Mishbah
Jazariyyah”.
Pada tharîq
yang satu dengan yang lain juga terdapat perbedaan. Namun tentu saja
perbedaannya tidak seperti perbedaan qira’ât ataupun riwâyât. Hal
yang paling menonjol antara tharîq Syathibi dengan tharîq Mishbah
Jazari terletak pada masalah mad munfasil. Tharîq Syathibi menetapkan
tawashshuth (panjang 4 atau 5 harkat) sedangkan tharîq Mishbah Jazari
menetapkan qashar (panjang 2 harkat) ketika wasal.
Baik “qira’ât”,
“riwâyât”, maupun “tharîq” merupakan khilâf wâjib. Artinya
perbedaan itu harus kita kenali dan ketahui serta dipraktekkan bagi bacaan yang
kita gunakan. Penetapannya bergantung pada apa yang diterima dari talaqqi
kepada guru al-Qur’an serta validitas sanadnya. Seperti itulah keabsahan bacaan
al-Qur’an sebagaimana ia diajarkan dengan metoda musyafahah bersambung
secara mutawâtir. Dengan demikian tegaslah bahwa bacaan kita adalah
bacaan yang benar dan bersumber dari Rasulullah Saw.
B.
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA THARIQAH
SYTHIBIYYAH DAN THAYYIBAH AL-NASHR
عاصم
حفص
|
|||
عبيد ابن
الصبح
(الشاطبية)
|
عمرو ابن
الصباح
(طيبة
النصر)
|
||
NO
|
IKHTILAF
|
SYATHIBIYYAH
|
THAYYIBAH AL-NASHR
|
1
|
Mad Muttashil
|
4, 5 harakat
|
4 harakat
|
2
|
Mad Munfashil
|
4, 5 harakat
|
2 harakat
|
3
|
Shad dibaca sin
|
Shad dibaca shad
|
|
4
|
Shad dibaca sin
|
Shad dibaca shad
|
|
5
|
ءَالذَّكَرَيْنِ, ءَالْأَنَ, ءَاللهُ
|
Ibdȃl, tashȋl
|
Ibdȃl saja
|
6
|
Isymam, ikhtilash
|
isymam
|
|
7
|
Dibaca
idghâm
|
Dibaca
idghâm
|
|
8
|
Dibaca
idghâm
|
Dibaca
idghâm
|
|
9
|
Saktah
|
Wajib saktah (ketika washal)
|
Wajib saktah (ketika washal)
|
10
|
كهيعص
حم عسق
|
‘Ainnya dibaca 4, 6 harakat
|
‘Ainnya
dibaca 4 harakat
|
11
|
Ada
2 wajah: ra’ tafkhîm dan tarqîq
|
Ra’ dibaca tafkhîm
|
|
12
|
Ketika
waqaf boleh hadf ya’ (membuang ya’) dan boleh itsbat (tetap membacanya)
|
Ketika
waqaf wajib hadf ya’
|
|
13
|
ضَعْفٍ
|
Boleh fathah, boleh dhummah
|
Fathah saja
|
14
|
يس
وَالْقُرْءَانِ الْحَكِيْمِ
ن
وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ
|
Dibaca
idzhâr
|
Dibaca
idzhâr
|
15
|
اَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُوْنَ
|
Shad boleh dibaca shad, sin
|
Shad wajib dibaca sin
|
16
|
سَلَسِلَا
|
Waqaf; panjang, pendek (sukun)
|
Waqaf dibaca pendek
|
17
|
بِمُصَيْطِرٍ
|
Shad dibaca shad
|
Shad dibaca shad
|
18
|
Takbir
|
Tidak ada takbir
|
takbir
|
C.
MAD FAR’I
Mad far’i berdasarkan kuat atau lemahnya sebab
dan ukuran panjangnya menurut thariqah syathibiyyah dan thayyibah al-Nashr:
NO
|
MAD FAR’I
|
THARIQAH
|
||
SYATHIBIYYAH
|
THAYYIBAH
|
|||
1
|
Mad lazim
|
6 harakat
|
6 harakat
|
6 harakat
|
2
|
Mad muttashil
|
4 harakat
|
5 harakat
|
4 harakat
|
3
|
Mad ‘arid lissukun
|
2,4,6 harakat
|
2,4,6 harakat
|
2,4,6 harakat
|
4
|
Mad munfashil
|
4 harakat
|
5 harakat
|
2 harakat
|
5
|
Mad badal
|
2 harakat
|
2 harakat
|
2 harakat
|
D.
penutup
Al-Qur’an
adalah kitab suci yang diturunkan secara mutawâtir, cara bacanya pun ada aturannya, maka
pembaca harus memperhatikan dan bisa membedakan antara qirâ’ah, riwâyah, dan tharîqah, sehingga tidak terjadi ikhthilâth (tumpang-tindih) bacaan yang
menyebabkan jalur periwayatan menjadi tidak jelas dan tidah shahih. Yang
terpenting adalah talaqqi dan musyafahah agar bacaan al-Qur’an kita mutawâtir sampai Rasulullah Saw.
Wallâhu A’lam bi al-Shawâb
As. Mohon izin ambil manfaat makalahnya ustadz
BalasHapusBayhaki, Ampera, Cilandak Jakarta Selatan
Silahkan untuk semuanya
HapusASSALAMUALAIKUM USTADZ SAYA MAU TANYA APAKAH PERBEDAAN THARIQ SYATHIBI DAN THARIQ JAZARI CUMA ADA 18? ATAU MASIH ADA LAGI PERBEDAANNYA DI DALAM ALQURAN? MOHON JAWABANNYA USTADZ!
HapusKISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM
HapusAssalamualaikum saya atas nama Rany anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih
Mohon izin copy makalahnya
BalasHapusSilahkan untuk semuanya
HapusMohon izin copy makalahnya
BalasHapusJazakallah khoiran katsiron
BalasHapusJazakallah khoiran katsiron
BalasHapusAfwan ustadz, untuk saktah pada riwayat Imam Hafsh, yang 4 itu: Al-Kahfi (ayat 1-2), Yaa Siin (ayat 52), Al-Qiyamah (ayat 27), dan 'Abasa (ayat 14). Di tulisan atas, yang terakhir surat An-Nazi'at.
BalasHapusMohon saya dikoreksi kalau keliru.
Syukron jazaakalloh...
Afwan ustadz, untuk saktah pada riwayat Imam Hafsh, yang 4 itu: Al-Kahfi (ayat 1-2), Yaa Siin (ayat 52), Al-Qiyamah (ayat 27), dan 'Abasa (ayat 14). Di tulisan atas, yang terakhir surat An-Nazi'at.
BalasHapusMohon saya dikoreksi kalau keliru.
Syukron jazaakalloh...
Afwan yg terakhir itu bukannya surat Al-Muthoffifin ayat 14 ya? bukan surat 'Abasa
HapusAfwan yg terakhir itu bukannya surat Al-Muthoffifin ayat 14 ya? bukan surat 'Abasa
HapusJazakumullah khoiKhon..masukanny m..ana juga izin copas ustadz.
BalasHapusAlhamdulillah...syukron ustadz...
BalasHapusMohon copas ustadz
Alhamdulillah...syukron ustadz...
BalasHapusMohon copas ustadz
Afwan ust izin mengcopy makalahnya syukron ust 🙏
BalasHapusASSALAMUALAIKUM USTADZ SAYA MAU TANYA APAKAH PERBEDAAN THARIQ SYATHIBI DAN THARIQ JAZARI CUMA ADA 18? ATAU MASIH ADA LAGI PERBEDAANNYA DI DALAM ALQURAN? MOHON JAWABANNYA USTADZ!
BalasHapusassalamu'alaikum,.. ustadz, saya mau tanya, apakah qda kitab yg membahas Al-Qur'an husus riwayat hars thariq syatibiyyah dan kitab yg membahas Al-Qur'an husus riwayat hars thariq thayyibatun nasr??
BalasHapusJazakumullahu khairan Ustadz atas ilmunya, izin save
BalasHapus