HUKUM MENGGERAK- GERAKKAN JARI TELUNJUK KETIKA TASYAHHUD.
Tanbihun.com-Imam
Nawawi dalam Fatawiynya mengatakan bahwa disunnahkan mengangkat jari
telunjuk kanan saat tasyahud pada saat lafadz Illalloh sekali saja, dan
tidak menggerak-gerakannya, seandainya menggerakkan jari telunjuknya
terus menerus maka hukumnya makruh dan tidak bathal sholatnya
berdasarkan pendapat yang shahih, sebagian ulama lainnya berpendapat
bathal. (Fatawiy Imam Nawawi, 50).
Akan tetapi akhir-akhir ini muncul
golongan orang yang merasa paling mengikuti sunnah menganggap bahwa
pendapat Imam Nawawiy dan mayoritas Syafi’iyah lainnya adalah salah
karena menyelisihi sunnah. Dan pendapat yang paling shahih dan ditunjang
oleh hadits-hadits yang valid sebagaimana dikutip oleh Syaikh Al
Albaniy adalah yang menggerak-gerakan telunjuk terus menerus sampai
salam.
Dalam rangka meluruskan yang bengkok inilah tulisan ringan ini hadir.
Syaikh Al-Albani dalam meyakinkan
pembacanya dalam Shifat Sholat Nabiy agar meyakini bahwa
menggerak-gerakkan jari telunjuk terus menerus adalah sunnah mengutip
hadits dari Wail Bin Hujr yang berbunyi :
ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا
Kemudian beliau mengangkat jari telunjuknya dan aku melihatnya menggerak-gerakkannya ketika berdoa (Shifat Sholat Nabiy, 159).
Hadits ini kualitasnya Shahih hanya saja
jika diamalkan begitu saja akan membentur hadist lain yang sanadnya
juga Shahih yaitu hadits dari Ibnu Zubair yang berbunyi :
كَانَ يُشِيرُ بِإِصْبُعِهِ إِذَا دَعَا لاَ يُحَرِّكُهَا.
Beliau isyarah dengan jari telunjuknya
ketika berdoa tanpa menggerak-gerakannya (HR. Baihaqi, 2897).
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Mu’jam Kabirnya dengan sanad Shahih, seluruh sanadnya Tsiqoh. Adalah aneh bin ajaib jika kemudian Syaikh Al-Albaniy seorang yang mendapat julukan Muhaddits abad ini menilai dhoif hadits ini. Sepanjang penelusuran penulis sanad hadits ini, baik yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqiy maupun yang diriwayatkan oleh Imam Thabraniy semuanya tsiqoh selain Muhammad Bin Ajlan dia dinyatakan shaduq hasanul hadits, namun Imam Ahmad mentsiqohkannya, maka dengan demikian prasangka Syaikh Al-Albaniy yang mengatakn bahwa hadits ini dhoif dari segi sanad harus gugur secara ilmiah, karena kualitas hadits ini adalah shahih tanpa ada keraguan.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Mu’jam Kabirnya dengan sanad Shahih, seluruh sanadnya Tsiqoh. Adalah aneh bin ajaib jika kemudian Syaikh Al-Albaniy seorang yang mendapat julukan Muhaddits abad ini menilai dhoif hadits ini. Sepanjang penelusuran penulis sanad hadits ini, baik yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqiy maupun yang diriwayatkan oleh Imam Thabraniy semuanya tsiqoh selain Muhammad Bin Ajlan dia dinyatakan shaduq hasanul hadits, namun Imam Ahmad mentsiqohkannya, maka dengan demikian prasangka Syaikh Al-Albaniy yang mengatakn bahwa hadits ini dhoif dari segi sanad harus gugur secara ilmiah, karena kualitas hadits ini adalah shahih tanpa ada keraguan.
Kedua hadits di atas secara kasat mata
terjadi ta’arrudh atau pertentangan satu sama lain. Maka berdasarkan
ushulul hadits langkah pertama yang harus ditempuh jika ada dua hadits
shahih saling bertentangan adalah menggunakan metode jam’u (kompromi).
Dan Imam Baihaqiy kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam
mengkompromikan dua hadits ini agar bisa diamalkan keduanya beliau
berkata :
فَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِالْتَحْرِيكِ الإِشَارَةَ بِهَا لاَ تَكْرِيرَ تَحْرِيكِهَا ، فَيَكُونُ مُوَافِقًا لِرِوَايَةِ ابْنِ الزُّبَيْرِ
Maka dimungkinkan bahwa yang dimaksud
dengan menggerakkan(pada hadits Wail Bin Hajjar) adalah isyarah dengan
jari telunjuknya bukan menggerakkan berulang-ulang, maka jadilah hadits
wail ini cocok dengan hadits riwayat Ibnu Zubair (yang mengatakan tidak
menggerak-gerakkan)..(Sunan Kubro, 2899).
Akan tetapi oleh Al-Albaniy metode ini tidak diterapkan, beliau langsung menggunakan kaidah Al Mutsbit Muqoddamun ‘ala nafiy (dalil yang menetapkan didahulukan atas dalil yang menafikan), dengan alasan inilah maka beliau menolak hadits Ibnu Zubair dan lebih mendahulukan hadits Wail. Langkah yang ditempuh Al-Albaniy ini menyalahi ilmu ushul. Sebab dalam ushulul dikatakan :
المثبت مقدم علي النافي إذا لم يمكن الجمع بينهما
Dalil yang menetapkan didahulukan atas
dalil yang menafikan ketika susah untuk mengkompromikan keduanya. Dan
terbukti Imam Baihaqiy dan Imam Nawawi bisa mengkompromikan dua hadits
tersebut, yaitu ketika tasyahud cukup menggerakkan telunjuk sekali saja
yaitu saat membaca kalimah tauhid.
Maka berdasarkan analisa ini, pendapat yang paling kuat memang menggerakkan sekali sebagai isyarat, bukan dengan menggerak-gerakkan. WALLOOHU A'LAM