Dialog Imajiner
ANTARA SANG BAYI DENGAN KHOLIQNYA
Oleh: H. Khaeruddin Khasbullah
Syahdan, ditaman-taman sorga yang
indah, berkumpullah para bayi dari segala warna kulit, tak terhitung
jumlahnya. Para Wildan itu bermain, berlari, bernyanyi, bergembira.
Celoteh mereka riuh rendah bak suara kumbang. Diiringi dengan siulan
burung sorgawi dan kupu- kupu yang jinak- jinak merpati. Sungguh hidup
mereka bahagia, penuh canda, penuh tawa, dibawah lindungan dan asuhan
para bidadari dan para malaikat yang suci- suci. Tak ada rasa sedih,
gelisah atau resah. Tak ada tangisan atau rengekan. Sungai- sungai madu
dan bengawan- bengawan susu adalah lebih dari cukup untuk menu mereka
sehari- hari dan penuh gizi dibawah ridho ilahi.
Tiba- tiba ditengah keriuhan canda mereka terdengar panggilan Sang Kholiq:
“Wildan, kemari nak!”
“Labbaik Ya Rob!”
“Begini nak, Aku sudah menetapkan bahwa dikau harus segera turun kebumi..”
Betapa kaget dan terperanjatnya
wajah si Wildan, mendengar bahwa ia terpilih agar segera turun kebumi.
Yang pernah ia dengar, bumi itu tidak seindah dan seaman sorga. Kadang
ada senang disana. Namun terlebih banyak lagi sedih dan gundah. Belum
lagi persaingan, korupsi dan pertumpahan darah. Ah, sebaiknya ia usul
agar agar jangan dia yang terpilih, biarlah para wildan yang lain………..
“Ya Rob, kenapa harus saya. Saya
masih senang hidup tenteram disini. Setiap saat aku dapat bercengkerama
dengan para teman- teman, para bidadari dan para malaikat. Dan yang
lebih membahagiakanku disini adalah bahwa aku bisa selalu memandang Mu
dan bersama Mu setiap saat”.
“ Ya nak, nanti disana kamu juga
akan banyak teman, walaupun kadang juga lawan, disana kamu bisa hidup
bahagia, walau hanya sementara, dan kadang diliputi nestapa yang tak
habis- habisnya. Itu semua adalah ladang agar dapat memperoleh kehidupan
nikmat abadi, bagi siapa yang mampu menghadapi semua ini dengan
menggunakan cahaya ilahi”.
“Ya Rob, aku dengar didunia banyak
bahaya dan banyak orang- orang jahat, siapa yang akan melindungiku,
siapa yang akan mengajariku bertahan terhadap segala masalah dunia yang
hingar bingar itu?”
“Begini nak. Nanti aku siapkan
pengasuh yang berhati sehalus dan selembut sutera, dia akan menyayangimu
dengan kasih bidadari dan berbudi malaikat. Dia akan mencintaimu setiap
saat dan setiap waktu, dia akan selalu mengawasimu dan melindungimu
dari segala marabahaya tanpa pamrih”.
“Ya Rob, kalau boleh tahu, apakah makhluk yang Kau siapkan itu memiliki sebuah nama?”
“Ya, panggil saja dia dengan sebutan
MAMA, dia akan dibantu dengan seorang yang juga akan mengasuhmu dengan
kasih, walau tak sebanding dengan kasih mama, namanya PAPA. Mudah
bukan?”
“Lalu, bagaimana seandainya aku suatu saat rindu pada Mu? Apa yang harus aku lakukan, ?”
“Jangan khawatir, MAMA dan PAPA mu
akan mengajarimu bagaimana caranya jika engkau nanti rindu dan ingin
berjumpa dengan KU dengan melakukan ibadah dan dzikir- dzikir tertentu”.
“ Ya Rob, aku memohon agar jika
seandainya Engkau tetap memutuskan aku harus mengunjungi dunia kedunia,
aku ingin tak selamanya, bahkan kalau bisa sebentar saja, agar aku bisa
melihat wajah Mu kembali”.
“Wahai Wildan, Aku lebih tahu
tentang keputusanKu. Bila aku ingin, aku segera tarik kau kembali
kesisiku, namun bila aku menghendaki, kau kutetapkan sampai sementara
waktu lamanya, sepuluh, duapuluh atau bahkan duaratus tahun, atau
berapapun yang aku kehendaki. Itu semua berada didalam ilmu azali Ku,
dan tak ada siapapun yang dapat merobahnya kalau itu sudah aku tetapkan
walau hanya sedetik”.
“Ya Rob, kalau memang itu kehendakmu, maka aku ridho dan pasrah atas segala keputusan Mu”.
Maka, karena semuanya sudah diatur
Sang Kholiqnya, Wildan pun meluncur ke dunia fana, mengeram beberapa
saat diperut calon pengasuhnya setelah terjadinya proses manusiawi
antara ayah dan ibu. Sembilan bulan lamanya ia berada diperut seseorang
yang akan ditugaskan sebagai pengasuhnya. Dan pada saat waktunya telah
tiba ia pun terlahir kedunia dengan tangisnya yang keras, sebuah tangis
protes setelah melihat dunia tidak seindah sorga. Dia menangis seakan
memohon agar diperkenankan segera kembali menghadap Rob nya daripada
berlama- lama hidup didunia yang keras dan penuh tipu mara bahaya.
Waktupun berjalan. Mama dan Papa
menyayanginya sepenuh jiwa. Ini semua karena sebentuk kasih dan rahmah
telah ditanamkan Allah kedalam hati kedua orang yang diberi amanat
tersebut. Sang Wildan diasuh mereka dengan baik, dirawat dengan penuh
sukacita dan tak dianggap sebagai beban bagi mereka berdua walaupun
terkadang mereka berdua harus bergadang diwaktu malam, pada saat
seharusnya mereka dapat beristirahat.
Dan Allah mempunyai rencana lain. Ia
ingin agar Wildan segera kembali ke sisi Nya. Allah juga melihat
dedikasi kedua pemegang amanat itu yang sedemikian besar, Allah ingin
segera membalasnya dengan janji sorgawi, yakni nanti akan bergabung
kembali dengan Wildan yang pernah diasuh mereka tatkala didunia fana.
Agar Wildan menjadi tabungan amal bagi kedua pemegang amanat itu, agar
Wildan dapat memberi syafaat dan penolong serta penarik mereka memasuki
pintu sorga.
Wildan pun pada saat yang telah
ditentukan dipanggil pulang oleh Sang Kholiq. Dunia pun berduka,
pengasuhnya seakan tak percaya bahwa ia telah tiada. Semua menangis
sedih dan berurai air mata duka. Sedangkan Sang Wildan tertawa bahagia,
karena permohonannya agar ia segera kembali kesorga dikabulkan oleh Sang
Maha Perkasa, bergabung kembali dengan para Wildan, Bidadari dan para
malaikat pengasuhnya, dan yang lebih membahagiakan lagi adalah…… ia bisa
kembali menatap Rob nya.
(Tulisan ini
didedikasikan untuk mengantar kepulangan nanda Marsha Nafis An- Nida
binti Arif Dzulhikam/ Nana kepangkuan Rob nya pada tanggal 03- 08- 2009,
dan dia pasti sekarang sedang bercengkerama bersama bidadari disorga.
Innaa lillaahi Wa innaa ilaihi roji’un. Innamaa yuwaffasshoobiruuna
Ajrohum bighoiri hisaab. Teriring do’a agar keluarganya tabah menghadapi
musibah ini.)