KARTINI DAN KIYAI SOLEH DARAT SEMARANG
Suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya,
seorang Bupati di Demak (Pangeran Ario Hadiningrat) yang sedang
mengadakan pengajian, Kartini ikut mendengarkan pengajian tersebut
dari balik tabir. Kartini tertarik pada materi pengajian yang
disampaikan KH Mohammad Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari
Darat,Semarang, yaitu tentang tafsir AL-Fatihah. Selesai pengajian
Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemani dia untuk menemui
Kyai Sholeh Darat.
Inilah dialog antara Kartini dan Kyai Sholeh Darat,
yang ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat :
“ Kyai perkenankanlah
saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu,
namun menyembunyikan ilmunya?’
Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan
Kartini yang diajukan secara diplomatis itu.
“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”
Kyai Sholeh Darat balik bertanya, sambil berfikir
kalau saja apa yang dimaksud oleh pertanyaan Kartini pernah terlintas
dalam fikirannya.
“Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku
sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Qur’an
yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan
rasa syukur hati aku kepada ALLAH, namun aku heran tak habis
habisnya, mengapa selama ini para ulama kita (ketika itu) melarang
keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an dalam bahasa jawa.
Bukankah Al-Qur’an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan
sejahtera bagi manusia?”
Setelah pertemuannya dengan Kartini, Kyai sholeh
Darat tergugah untuk menerjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa jawa
walaupun dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada hari
pernikahan Kartini, Kyai Sholeh Darat menghadiahkan kepadanya
terjemahan Al-Qur’an Faizhur Rohman Fit Tafsiril Qur’an
jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat
Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Mulailah Kartini mempelajari
Islam dalam arti yang sesungguhnya.bahkan judul buku “Habis
Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis tot licht), diambil
dari surat Al-Baqarah ayat 257 bahwa ALLAH lah yang telah membimbing
orang orang beriman dari gelap kepada cahaya (minazh zhulumati
ilannuur). Pada hakekatnya, R.A Kartini lah Inspirator
penerjemahan Al-Qur’an di Indonesia.
135 tahun sudah, nama Kartini hadir di dunia ini.
Sejak dilahirkan pada 21 April 1879 di Jepara Jawa Tengah. Aura
beliau menembus dunia. Buku Door Duisternis tot Licht (1911)
yang merupakan kumpulan tulisan Kartini yang ditujukan kepada Eselle
Zeehandelaar atau Stella dan keluarga Abendanon pada awal tahun 1900,
ternyata telah mampu menarik perhatian dunia Internasional. Buku
tersebut telah diterjemahkan dalam pelbagai bahasa, antara lain di
Atlantic Montly (New York 1919-1920) Java et Ses Habitants (Paris
1914) dan dalam bahasa Arab oleh Aleyeh Thouk. Bahkan dalam
jurnalnya Mr. J.J Abendanon menyebutkan bahwa tulisan Kartini telah
mengilhami bangkitnya emansipasi wanita Syiria. Di Indonesia pada
tahun 1922 Balai pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan
judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah
Terang: Boeah Pikiran, yang
merupakan terjemahan oleh empat saudara. Kemudian tahun 1938,
keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn
Pane seorang sastrawan pujangga baru.
Menarik untuk kita kaji, apa sebenarnya yang menjadi
essensi dari hari Kartini, apa yang istimewa dari seorang wanita
pingitan yang nota bene hampir tidak pernah meninggalkan rumahnya,
bahkan dalam usia 25 tahun, usia yang relative muda beliau telah
meninggalkan kita untuk selama lamanya pada saat melahirkan putra
beliau, ketika melaksanakan salah satu peran domestiknya.
Pertama
Kecintaan beliau terhadap ilmu pengetahuan
Beliau selalu membaca dan menulis dan belajar
berbagai ilmu pengetahuan, belajar bahasa Belanda, pengetahuan
social, belajar tentang kewanitaan, tentang kemajuan wanita eropa,
maupun belajar tentang ilmu agama.
Kedua
Kecintaan beliau terhadap kemajuan bangsa dan
negaranya teutama pendidikan kaum putri dI Indonesia. Tertulis dalam
surat- suratnya : “Alangkah besar bedanya bagi masyarakat
Indonesia bila kaum perempuan di didik baik baik. Dan untuk keperluan
perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat
supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan
membawa bahagia baginya “
(suratnya kepada Nyonya Van Kool, Agustus 1901)
Ketiga.
Pemikirannya selalu kritis dan inspiratif. Kartini
selalu kritis sekaligus mampu menginspirasi orang lain untuk
melakukan sesuatu yang membawa perbaikan bagi masyarakat Indonesia.
Kartini pernah memberikan kritik dan saran yang jelas kepada
kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda terhadap bangsa Indonesia.
Dengan nota yang berjudul : “Berilah Pendidikan kepada Bangsa
Jawa”. Kartini mengajukan kritik dan saran hampIr kepada
semua Departemen Pemerintah Hindia Belanda, kecuali departemen
Angkatan Laut (Marine).
Ke Empat.
Ketidak pedulian beliau terhadap pangkat / derajat
keduniawian.
“Bagi saya hanya ada dua macam keningratan :
keningratan fikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila
dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang yang
membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal soleh,
orang yang bergelar Graaf atau Baron? Tidak dapat dimengerti oleh
fikiranku yang picik ini”.
(surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899)
Kelima
Penguasaan beliau terhadap ilmu komunikasi. Kartini
telah mampu menempatkan kemampuan berbahasa Belandanya pada
fungsinya, baik fungsi interaksi untuk berbagai gagasan dan emosi
yang dapat mengundang simpati dan pengertian dari orang lain. Ataupun
fungsi bahasa untuk mnetransmisikan informasi yang lintas waktu
dengan menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan yang
memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Terlepas dari pro-kontra tentang status kepahlawanan
R A Kartini, patutlah kita sebagai bangsa Indonesia meneladani
pemikiran-pemikiran Ibu RA Kartini. Bagaimana seorang wanita jawa
yang dipingit, dikungkung oleh aturan adat yang kaku, melalui
pemikiran kritis dan inspiratif yang dituangkan dalam tulisan yang
sarat dengan aura keikhlasannya, mampu memperjuangkan kemajuan
bangsanya. Mampu menembus dunia internasional. Mampu mempengaruhi
pemikiran bangsa penjajah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan
bangsa Indonesia. Perjuangan tanpa harus memanggul senjata,
perjuangan dari dalam kamar pingitan dan perjuangan yang tidak
menimbulkan korban.*
** penulis adalah Pengurus KAHMI Banyuwangi, pendiri
dan pengasuh pusat pendidikan CERDAS dan PAUD CERDAS Banyuwangi.
Lihat pula kisah para Srikandi Indonesia, diantaranya disini: http://miwitihombo.blogspot.com/search/label/LAKSAMANA%20%28WANITA%29%20%20MALAHAYATI
Lihat pula kisah para Srikandi Indonesia, diantaranya disini: http://miwitihombo.blogspot.com/search/label/LAKSAMANA%20%28WANITA%29%20%20MALAHAYATI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar