HUKUM JILBAB- CADAR DAN NIQOB
Pertanyaan:
Beberapa hari yang lalu, diharian REPUBLIKA, tepatnya pada tanggal 9-
dan 10 – Oktober 2009 pada halaman 12 diberitakan tentang pernyataan
seorang Imam dan Guru
Besar Universitas Al- Azhar Cairo Mesir, Yakni Syekh Thontowi, yang
menyatakan bahwa Lembaga Al- Azhar akan melarang pemakaian CADAR
dilingkungannya, dan bahwa CADAR adalah bukan merupakan pakian resmi
berdasarkan aturan Syari’at Islam, akan tetapi sekedar bersumber pada
TRADISI, berbeda dengan JILBAB. Mohon penjelasannya tentang kedua
masalah tersebut, yakni tentang hukum JILBAB dan NIQOB.
Jawab:
1.Definisi.
Perlu diketahui terlebih dahulu tentang definisi kedua istilah tersebut;
JILBAB adalah suatu kain penutup kepala, leher dan dada seorang wanita.
Nama lainnya adalah Khimaar, jama’nya Khumur, Kerudung atau Tudong
dalam bahasa Melayu. Lihat Surat An- Nuur ayat 31 tentang PERINTAH
BERJILBAB.
NIQOB adalah suatu kain yang dipakai menutup wajah seorang wanita, sehingga yang tampak hanya kedua matanya.
Nama lainnya adalah Purdah, Hijaab, Chador, Bushiya, Burqo, atau CADAR dalam bahasa Melayu/ Indonesia.
2. Hukum
2.1. Hukum JILBAB
Para Ulama Salaf sepakat bahwa Rambut, Leher dan Dada seorang wanita
merdeka adalah termasuk bagian AURAT tubuh yang harus ditutup.
Sebagaimana juga di tulis oleh Syekh A.Rifa’i dalam kitabnya berjudul RI’AYATUL HIMMAH I/ bab syarat sah sholat bahasa Jawi berdasarkan madzhab Syafi’i, demikian:
» Ngurate wong merdiko tinemune
» Iku sekabehe badan anging rerahine
» Lan epek- epeke karo, dhohir bathine
Bahasa Indonesianya:
Aurat seorang wanita merdeka adalah seluruh badan, KECUALI
WAJAH dan KEDUA TELAPAK TANGANNNYA, baik bagian LUAR maupun DALAM
telapak tangan nya.
Ini adalah batas Aurat berdasar Madzhab Syafi'i. Pendapat Syafi’i ini bersesuaian dengan pendapat gurunya yakni imam Malik.
Beberapa Ulama antar madzhab sepakat tentang masalah auratnya rambut,
leher dan dada serta anggota tubuh yang lain. Perbedaan mereka hanya
pada masalah telapak tangan dan telapak kaki.
Imam Hanafi menganggap bagian luar telapak tangan termasuk aurat, demikian juga telapak kaki.
Imam Hambali menganggap seluruh tubuh adalah aurat terkecuali wajah saja.
Imam Ja’far (Dari Syi’ah Imamiyah) menganggap bahwa kedua telapak tangan luar dalam dan kedua telapak kaki sampai betis bukan merupakan aurat.
Hujjah mereka adalah BERDASARKAN Surat An- Nuur ayat 31:
……. …….ﻮﻟﻴﺿﺭﺑﻥ ﺑﺨﻤﺭﻫﻦ ﻋﻟﻰ ﺠﻴﻮﺑﻬﻦ
….” Dan hendaklah wanita- wanita itu menurunkan kerudung (dari kepala) sampai (menutup) dada- dada mereka…….
dan beberapa hadist dibawah ini:
ﻋﻥ
ﻋاﺋﺷﺔ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﻧﻬﺎ ﺍﻦ ﺍﺴﻤﺎﺀ ﺑﻨﺖ ﺍﺑﻰ ﺑﻜﺭ ﺩﺨﻟﺖ ﻋﻟﻰ ﺭﺴﻭﻞ ﺍﻠﻠﻪ ﺼﻟﻌﻡ ﻭﻋﻠﻴﻬﺎ
ﺛﻴﺎﺐ ﺭﻗﺎﻖ ﻔﺄﻋﺮﺾ ﻋﻨﻬﺎ ﺮﺴﻮﻞ ﺍﻠﻠﻪ ﺼﻟﻌﻡ ﻮﻗﺎﻞ ﻴﺎ ﺃﺴﻤﺎﺀ ﺇﺫﺍ ﺑﻠﻐﺖ ﺍﻠﻤﺤﻴﺾ ﻠﻡ
ﺗﺼﻠﺢ ﺍﻦ ﻴﺮﻯ ﻤﻨﻬﺎ ﺇﻻ ﻫﺬﺍ ﻮﻫﺬﺍ ﻮﺃﺸﺎﺭ ﺇﻠﻰ ﻭﺠﻫﻪ ﻮﻜﻔﻴﻪ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮﺪﺍﻭﺪ
Artinya:
Dari A’isyah RA bahwa sesungguhnya Asma’ binti Abi Bakar masuk
kehadapan Rasulullah SAW dan Asma’ saat itu memakai baju yang tipis.
Maka Rasulullah berpaling daripadanya seraya berkata: “Apabila Wanita
telah dewasa (haidh), maka ia tak boleh terlihat kecuali INI dan INI. Dan Rasul menunjuk pada WAJAH dan TANGAN beliau. Hadist riwayat Abu Dawud.
Dari hadist ini nyata sekali bahwa selain MUKA dan TELAPAK TANGAN adalah aurat.
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺭ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻞ ﺍﻟﻨﺑﻰ ﺼﻠﻌﻢ :ﻻ ﺘﻨﺘﻗﺐ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﻤﺤﺮﻤﺔ ﻭﻻ ﺗﻟﺑﺲ ﺍﻟﻗﻔﺎﺯﻴﻦ . ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺑﺧﺎﺮﻱ
Artinya:
Dari Ibnu Umar RA, Nabi bersabda: ” Janganlah wanita yang sedang
Ihrom itu memakai NIQOB, jangan juga memakai kedua SARUNG TANGAN”.
Hadist Riwayat Bukhori.
Hadist ini memperkuat hadist yang pertama bahwa WAJAH dan KEDUA TELAPAK TANGAN adalah bukan aurat. Bahkan Rasulullah memerintahkan
agar CADAR dan KAOS TANGAN untuk DILEPAS, sehingga bila thowaf dengan
memakai NIQOB/ CADAR dan KAOS TANGAN, maka thowafnya tidak sah.
Seandainya WAJAH dan TELAPAK TANGAN termasuk aurat, pastilah saat Ihrom
atau Thowaf lebih layak untuk ditutup dari pada dalam keadaan biasa. Begitu juga pada wanita yang meninggal saat sedang IHROM, maka kain kafannya seluruh tubuh kecuali MUKANYA tidak boleh ditutup.
Hadist- hadist inilah yang dipakai hujjah oleh sebagian besar Ulama’
bahwa CADAR itu adalah sekedar TRADISI bukan SYAR’I. (Lihat: Ibn Rusyd
Al- Qurthubi: Bidayatul Mujtahid I/115 – Abil Mawahib As-Syafi’i:
Mizaanul Kubro. 170.)
2.2. Hukum CADAR / NIQOB.
Berikut ini beberapa hadist dan ayat yang dipakai sebagai dalil tentang anjuran memakai NIQOB:
♦ Dari Ummi ‘Athiyah: “Kita diperintahkan oleh Rasulullah untuk
mengajak wanita- wanita yang sedang haidl dan wanita- wanita bercadar
untuk menghadiri perayaan IED. Wanita- wanita yang sedang Haidl dijauhkan dari Musholla.
Seorang wanita bertanya: “Ya Rasulalloh, bagaimana tentang seorang
wanita yang tidak memakai cadar?” Rasul menjawab: ” Biarlah dia berbagi
dengan temannya (yang bercadar). Shohih Bukhori 8/ 347/1
♦ Pada ayat Al- Qur’an Surat Arrohman ayat 56 Allah berfirman:
“Fiihinna qooshirootuthorfi lam ythmitshunna insun qoblahum walaa jaan”
(Disorga ada bidadari- bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh manusia sebelum suami mereka
(disorga) dan tidak pula oleh Jin” ).
Berdasar hadist dari A’isyah: “Yaitu para wanita yang menurunkan
jilbabnya dari atas kepala dan kemudian meletakkannya pada MUKA nya” .
Bukhori: 7/65/375 – Muslim: 8/33/34.
Sebagian besar Ulama menafsirkan yang dimaksud “Qoosirootuthorfi” itu
adalah “Bidadari sorga yang sopan- sopan” sesuai ayat- ayat sebelumnya
yang sedang membahas masalah keadaan sorga.
»» Dari A’isyah: “Ada kafilah bertemu kami, saat itu kami bersama
Rasulullah sedang Ihrom. Saat mereka telah dekat masing- masing kami
menurunkan jilbabnya dari kepala sampai menutup muka. Dan saat kafilah
itu telah melewati kami, kami membuka wajah kami.” Sunan Abu Dawud: 1/
1833.
»» Dari Ibnu Abbas: ” Allah memerintahkan para mukminat- apabila
mereka keluar rumah untuk suatu hajat, agar menutup kepalanya dengan
jilbab, membiarkannya satu atau kedua matanya untuk melihat melalui
Niqob.” Tafsir At- Thobari 2/123 – Bukhori: 8/368/1
»» Dari Anas bin Malik RA: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: ” Apabila
seorang wanita penghuni sorga melihat ke bumi, dia ingin untuk memenuhi
ruang antara dia- bumi dan sorga dengan cahaya, dan ingin apapun yang
ada diantaranya penuh dengan wewangian sorgawi, dan CADAR pada wajahnya
lebih baih baik dari dunia dan seisinya” Bukhori: 8/572/1.
Ini menunjukkan bahwa PENGHUNI SORGAPUN MEMAKAI CADAR.
Bagi Jumhur Ulama, ini adalah sekedar informasi kebesaran pakaian
para bidadari penghuni sorga, bukan perintah untuk memakainya.
Sebagaimana informasi pada Surat Al- Muthoffifiin ayat 25 yang berbunyi:
” Yusqouna min rohiiqim makhtuum”=
“Para penghuni sorga itu disuguhi minuman arak murni”. …….. Bukan berarti orang mukmin dibumi boleh minum arak murni.
“Para penghuni sorga itu disuguhi minuman arak murni”. …….. Bukan berarti orang mukmin dibumi boleh minum arak murni.
Dan masih banyak lagi hadist- hadist dan ayat yang senada termasuk
AYAT HIJAB, yakni Surat Al- Ahzab ayat 53 yang berbunyi diantaranya……….
” Waidzaa sa altumuuhunna fas aluuhunna min waroo I hijab” =
” Dan bila kalian akan meminta sesuatu kepada para istri Nabi, maka hendaklah kalian memintanya dari balik hijab…….”. (Tafsir Ibnu Katsier III/503).
” Waidzaa sa altumuuhunna fas aluuhunna min waroo I hijab” =
” Dan bila kalian akan meminta sesuatu kepada para istri Nabi, maka hendaklah kalian memintanya dari balik hijab…….”. (Tafsir Ibnu Katsier III/503).
Jumhur Ulama memaknai ayat ini untuk perlunya ada PEMBATAS/ SATIR/
HIJAB yang memisahkan antara kum pria disatu tempat yang sama dengan
kaum wanita agar tidak terjadi IKHTILATH (campur baur). Sedang para
penganjur CADAR mengartikan pemakaian CADAR (dan jilbab secara
keseluruhan) adalah sebagai manifestasi pengamalan ayat hijab. Wallohu
a’lam.
Oleh: H.Khaeruddin Khasbullah, dari berbagai sumber.
Oleh: H.Khaeruddin Khasbullah, dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar